SEJARAH FILSAFAT BARAT

Haryanto*))
Siapa yang tidak kenal dengan salah satu sebab yang melatar belakangi munculnya Ilmu Pengetahuan dan berbagai bidang lain dalam kehidupan manusia. Sesuatu yang selalu menjadi perdebatan para intelektualis dan selalu menjadi problematika kaum agamawan. Tetapi yang jelas wacana ini selalu aktual, tidak pernah habis termakan waktu dan tidak pernah sirna karena sempitnya ruang.
Filsafat merupakan sebuah langkah untuk mencari kebenaran atau kebajikan. Menurut Russell (2004 : xiii) filsafat adalah sesuatu yang berada ditengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan. Sedangkan sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu. Tetapi diantara teologi dan sains terdapat sebuah wilayah yang tidak dimiliki oleh seorang manusia manapun, yang tidak terlindungi dari serangan di kedua sisinya, wilayah tak bertuan inilah yang disebut filsafat.
Pada awalnya (6 SM) Filsafat muncul di sebuah negeri yang penuh dengan pemujaan akan dewa-dewa, Zeus dianggap sebagai raja dari segala dewa. Yunani, sebuah negeri yang sangat kaya dengan karya-karya seni dan tentunya intelektual telah menjadi pelopor dalam perkembangan pemikiran kehidupan manusia.
Sekitar Abad ke-5 SM, Filsafat lebih cenderung kepada pemikiran yang berobjekkan alam semesta. Walaupun demikian bukan berarti menafikkan adanya pemikiran lain, tetapi secara universal hakikat alamlah yang selalu diresahkan oleh para Filosof generasi awal. Seperti Phytagoras menteorisasikan bahwa angkalah yang telah membentuk alam semesta. Sedangkan Heraklitus menganggap api yang terus menyala sebagai hakikat alam semesta sebagaimana dalam pernyataannya : dunia ini, yang sama bagi semuanya, bukan diciptakan oleh dewa atau manusia; tetapi dahulu, sekarang dan seterusnya adalah Api yang terus menyala, yang kadang berkobar dan kadang merebut. Selain Phytagoras dan Heraklitus, masih terdapat tokoh seperti Parmedides, Empedokles, Anaxagoras dll.
Seiring bergeraknya waktu dan perubahan zaman, pemikiran filsafat beralih objek dengan berkuasanya kaum agamawan (Kristen) di daratan eropa dan kejatuhan Roma. Pemikiran kritis terkikis sedikit demi sedikit, hanya yang dianggap sejalan dengan kebijakan gerejalah yang diadopsi. Pada masa inilah disebut dengan masa kegelapan barat atau matinya gerak pemikiran kritis.
Pada masa inilah ide-ide Yunani secara bertahap mengalami proses transformasi. Sebagian ide kuno, terutama yang dianggap bersifat sangat religius, menempati kedudukan yang relatif penting, sedangkan ide-ide lainnya yang lebih rasionalistik diabaikan karena tidak lagi sesuai dengan semangat zamannya. Dengan demikian, orang-orang pagan terkemudian memangkas tradisi Yunani hingga bisa disatukan dalam ajaran Kristen.
Selama 4 Abad lamanya (11-14 M) Gereja mendominasi arus pemikiran akhirnya juga harus runtuh dan mengakui sains sebagai raja baru. Gerakan reformasi menjadi tahap awal dari kehancuran hegemoni Gereja, lalu dilanjutkan dengan Renaissans di Italia. Astronomi Copernican memberikan sebuah bantahan telak kepada dogma Gereja dengan mengatakan bahwa pusat tata surya bukanlah bumi melainkan matahari.
Pemikiran kritis mulai tumbuh, dan filsafat kembali memainkan perannya pada masa ini, yang kemudian disebut masa modern Rene Descartes yang dianggap sebagai bapak Filosof modern memulai sebuah kerangka berfikir kritis dengan teorinya yang cukup terkenal yaitu cogito ergo sum (aku berfikir maka aku ada).
Periode modern jika diklasifikasikan terdapat dua kubu pemikiran yang saling bertentangan antara satu dengan lainnya. Pertama, empirisisme. Empirisisme mengacu kepada panca indra sebagai alat yang digunakan untuk mencari kebenaran ilmiah. Jika sesuatu tidak mampu dicerna melalui indra manusia maka itu tidak dapat diterima secara ilmiah. Kedua, rasionalisme. Pada rasionalisme tentu bertolak belakang dengan pendangan kaum empirisisme. Pada pemikiran ini lebih mngedepankan daya rasional ketimbang panca indra. Kant sebagai seorang tokoh rasionalis mengatakan bahwa pada prinsipnya segala sesuatu yang di dunia ini adalah tidak ada, tetapi semua itu ada karena persepsi manusia mengatakan itu ada.
Masa modern ternyata tidak juga memberikan sebuah kepuasan kepada manusia. Proses saling menklaim kebenaran antara kubu pertama dan kedua menciptakan kegelisahan lebih besar lagi bagi manusia.
Post modern, inilah dunia kita, Segalanya serba relatif dan menganggap tidak ada sebuah kebenaran universal yang diajukan oleh manusia. Segala konsep kebenaran memiliki rasionalitasnya masing-masing, sehingga tidak dapat dijustifikasi bahwa dia adalah orang/ komunitas yang menyimpang (salah).
Semuanya penuh dengan ketidak-jelasan dan ketidak-pastian. Segalanya diserahkan kepada setiap individu-individu untuk memilih, manakah yang dianggapnya sesuai.
Wallahu’alam bi shawab
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “SEJARAH FILSAFAT BARAT”:

Leave a comment