MENGGAGAS KURIKULUM KONTEKSTUAL

Haryanto*))
Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah keinginan kita bersama. Walaupun dalam merealisasikannya tidak semudah ketika mengucapkan, tetapi usaha-usaha untuk mengarah kesana mesti kita usahakan secara maksimal. Untuk itu diperlukan suatu konsepsi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga pendidikan kita sebagai salah satu elemen negara demi menjalankan amanah pembukaan UUD 1945 tersebut.
Persoalan mendesak yang harus diperbaiki saat ini adalah problematika mengenai kurikulum sekolah, yang pada setiap tahunnya pasti menjadi fenomena yang kontroversial. Perumusan yang cermat dan tepat terhadap kurikulum mesti dilakukan agar tidak terjadi sebuah kesalahan fatal karena tidak sesuainya konsepsi kurikulum dengan kebutuhan atau potensi peserta didik dalam sebuah lembaga pendidikan.
Model kurikulum apapun yang ditetapkan janganlah sampai menerapkan kurikulum-kurikulum kacangan atau serampangan tanpa memperhatikan bagaimana kondisi yang ada pada sebuah lembaga pendidikan. Artinya, kurikulum sekolah bukanlah pelajaran-pelajaran yang diatur oleh pemerintah pusat yang tidak tahu-menahu mengenai keadaan yang ada pada sebuah sekolah, tetapi diserahkan kepada lembaga pendidikan setempat untuk memformulasikannya secara independent dengan dibatasi oleh kaidah-kaidah yang berlaku menurut peraturan yang berjalan di Indonesia. Peran pemerintah adalah sebagai kontrol atau monitoring dari proses penerapan kurikulum yang telah dirumuskan oleh sekolah. Sebagai konsekuensinya, kurikulum berbasis penyeragaman kemampuan siswa mesti dimasukkan ke dalam keranjang sampah karena tidak sesuai dengan amanah UUD 1945 dalam mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kurikulum Kontekstual
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kesenjangan pendidikan di Indonesia cukup nampak, baik ditinjau secara ekonomi maupun sistem sosial. Maka dari itu, penerapan kurikulum tidak bisa dipukul rata di setiap daerah. Kawasan perkotaan dengan kawasan pedesaan harus dibedakan, kawasan industri dengan kawasan pertanian juga mesti dipilah, dengan memperhatikan potensi dari wilayahnya masing-masing. Penerapan sistem ini selain dapat mengoptimalisasi peran siswa dalam belajar, juga akan meminimalisir fenomena urbanisasi masyarakat pedesaan sehingga dapat mengelola potensi daerahnya masing-masing tanpa bergantung dengan kota besar.
Selain itu, orientasi setiap jenjang pendidikan mesti disesuaikan dengan memperhatikan kapasistas standar kemampuan siswa. Artinya, SD, SLTP, SMA, dan SMK bukanlah semata-mata tempat mencekoki peserta didik untuk mencari ilmu dalam kelas yang sifatnya monoton dan membosankan, tetapi lebih ditekankan kepada pengembangan dari potensi setiap individu.
Hal penting yang mesti diperhatikan pula adalah mengenai keseimbangan kurikulum antara kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan intelektual. Kita adalah bangsa timur yang lebih mengedepankan nilai etika dan agama sebagai salah satu kerangka untuk berpikir, bukan sekedar rasionalitas semata. Ketika terjadi sebuah keseimbangan pelajaran, siswa bukan hanya cerdas dalam sisi kognitif, tetapi juga memiliki daya kreatifitas dan moralitas yang tinggi sebagai ciri khas bangsa. Fungsi sederhana yang bisa didapatkan dari keseimbangan kecerdasan ini adalah akan menurunkan tingkat kriminalitas pelajar.
Tetapi, secanggih apapun konsepsi mengenai kurikulum tidaklah akan berjalan dengan baik jika tidak ditopang dengan staff pengajar yang berkompeten. Maka dari itu, setiap sekolah jangan sampai menerima guru yang tidak berkualitas untuk menjadi pengajar. Pahlawan tanpa tanda jasa yang berkualitas adalah mereka yang mampu memacu ketekunan belajar dan menumbuhkan daya kreatifitas siswa dengan semangat spiritualitas.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “MENGGAGAS KURIKULUM KONTEKSTUAL”:

Leave a comment