Pilgub 2008 dan Tantangan Demokrasi di Indonesia

Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
March 23, 2008
Indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan demokrasi dalam tata kelola pemerintahannya. Sejarah menunjukkan bahwa perjalanan implementasi demokrasi di Indonesia amatlah beragam. Sejak masa Soekarno hingga Soeharto, demokrasi ditengarai berjalan dengan praktik otoritarian. Setelah reformasi, keran kebebasan komunikasi dan berorganisasi serta gerakan aspirisari rakyat mulai terbuka. Demokrasi memulai babakan baru. Rakyat merasa inilah saatnya untuk mewujudkan identitas bangsa yang tertuang dalam undang-undang dasar. Kesejahteraan, kerakyatan dan keadilan bagi semua.
Meski demikian, masih terdapat endapan dari sistem sebelumnya yang tetap berjalan. Dalam ruang-ruang pendidikan, sistem ekonomi, praktik politik hingga pandangan mengenai “kesatuan” republik Indonesia. Kebebasan berbicara memang terbuka, tapi tidak dilandasi keberanian bertindak. Tuduhan-tuduhan mudah dilontarkan, tetapi hukum tetap saja bisu. Bahkan, untuk berharap sekalipun rakyat tidak lagi memiliki keberanian. Maka demikianlah korupsi tetap berlaku, penindasan tetap dilakukan dan konflik tetap berjalan. Memakan korban rakyat kecil yang berpartisipasi dalam tata pemerintahan dan suksesi politik yang katanya demokratis ini.
M. Natsir dalam Pandji Islam menyitir ungkapan mantan Perdana Menteri Perancis, Reynaud, mengenai demokrasi, “kekurangan yang melekat pada demokrasi ialah tidak dapat melihat ke depan, dan tidak ada keberaniannya hendak melakukan langkah yang perlu.” (Dalam Capita Selecta, 1973: 391). Lalu, bagaimana menaruh harap pada demokrasi, mengenai keterwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Apakah kesialan sila kelima Pancasila, sebagaimana yang diungkap Amien Rais, akan tetap terus berlangung?
Demokrasi Untuk “Rakyat”
Demokrasi mensyaratkan keterlibatan seluruh elemen bangsa dalam menentukan arah jalannya pemerintahan. Tidak hanya berhenti pada penentuan pejabat pemerintah, tapi juga mengontrol dan “menegur” pemerintah. Melalui ketersediaan ruang publik, alat komunikasi serta instrumen kenegaraan yang telah disediakan. Demokrasi menjadi bentuk pemerintahan yang ideal, bila kita hendak membandingkannya dengan model tirani, aristokrasi dan oligarki. Tetapi sangat dimungkinkan praktik tirani, aristokrasi dan oligarki berjalan di dalam demokrasi. Hal ini dapat terjadi manakala rakyat dihalangi untuk menentukan urusan mereka, alat komunikasi di kontrol dengan ketat dan instrumen kenegaraan menjadi sekedar formalitas (Chomsky, 1997:2-3). Telah terjadi, meminjam istilah Buya Syafii, praktik membunuh demokrasi atas nama demokrasi.
Saat ini kita perlu bertanya, masyarakat demokrasi macam apa yang kita berada didalamnya. Serta pemerintahan demokrasi seperti apa yang justru tidak mampu memenuhi hak-hak rakyatnya. Demokrasi, yang pernah ada di Indonesia, dapat dipilah dalam tiga kategori. Pertama, demokrasi penguasa yaitu demokrasi yang tidak terlepas kooptasi dominasi dan hegemoni penguasa pemerintahan. Pemilu hanya menjadi – istilah Z. Setiawan (Wawasan, 13/3) “ritual kosong” yang tidak bermanfaat bagi rakyat luas.
Kedua, demokrasi elit yaitu praktik demokrasi yang mengarahkan massa rakyat pada pemberian legitimasi kuasa-kepentingan sebagian kecil rakyat, yaitu kelompok elit. Pemerintahan rakyat adalah “kita” sebagai rakyat. Kata “kita” yang memiliki makna partikular, sektarian dan solidaritas pemilik fasilitas. Ketiga, demokrasi rakyat yaitu demokrasi ideal dimana seluruh rakyat (bukan sebagian) dengan terbuka dan tanpa intimidasi menentukan dan mengontrol pemimpin dan arah pemerintahan.
Tipologi demokrasi yang pertama dan kedua, menghadirkan kesejahteraan ekonomi menjadi milik segelintir orang. Hukum ditegakkan atas banyak orang namun menjadi ompong bagi elit berkuasa. Lembaga-lembaga kerakyatan telah berubah keperwakilan “rakyat”-nya. Tiada lagi yang namanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Merekalah yang dikritik Buya Syafii layaknya penari yang berlenggak-lenggok mengikuti tabuh genderang kapitalisme dan neo-liberalisme. Demokrasi macam ini harus dihindari karena tidak sejalan dengan cita-cita demokrasi Indonesia (kerakyatan), karena dimensi keadilan telah disingkirkan (2004:173).
Demokrasi rakyat mendapatkan angin segar setelah reformasi berlangsung. Akan tetapi sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa terdapat endapan sistem yang tetap berjalan. Sekalipun orde baru dengan praktik “demokrasi penguasa”-nya telah tumbang, pengendalian demokrasi hanya berpindah tangan pada para elit yang mengendarai –alat- partai politik. Bisa jadi endapan itu tidak hanya berawal dari orde baru atau dari orde lama, tapi telah dimulai jauh sejak masa kolonial hingga saat ini. Dan sangat memungkinkan, terjadi pada Pilgub Jateng 2008 mendatang.
Setiap calon pilgub pasti memiliki visi dan misi. Memiliki janji pemenuhan isu-isu yang terdengan populer di telinga rakyat Jawa Tengah. Tapi, apakah mereka memiliki cita-cita ideal mengenai masyarakat yang ingin di wujudkan? Tokoh-tokoh nasional kita, seperti Soekarno, Natsir, Syahrir, Hatta dll adalah pemimpin bangsa yang dilahirkan –semenjak muda- dengan cita-cita masyarakat Indonesia ideal yang berangkat dari refleksi-kritis tokoh dunia. Tapi pemimpin kita sekarang berdiri mengepalkan tangan dan berjanji tentang kesejahteraan rakyat, justru dengan cita-cita mendapatkan mobil mewah, rumah indah dan deposit bank yang besar.
Pilgub 2008: Mengapa Harus Memilih?
Di tengah kegundahan, keraguan dan pelbagai pandangan minor, tak cukup beranikah untuk menaruh harap? Rakyat yang telah kehilangan harapannya, seringkali memilih untuk “tidak memilih” atau golput. Melihat banyaknya pandangan yang mengarah ke sana, tantangan dalam pilgub 2008 bukan sekedar menjadi pemenang. Tantangan yang sebenarnya ialah bagaimana menjawab harapan rakyat dan membuktikannya. Otonomi daerah seharusnya menjadi titik awal membangun kesinambungan pembangunan daerah. Pembangunan, menurut Soedjatmoko, bukan sekedar secara fisik. Yang lebih penting ialah membangun mental berpendidikan, kesejahteraan dengan kemandirian ekonomi, hukum yang tak bisu berkata tegas menegakkan keadilan.
Dari sekian calon yang kini harap-harap cemas meraih kekuasaan, adakah cita-cita masyarakat ideal yang ingin di wujudkan bagi rakyat Jawa Tengah? Atau hanya visi dan misi yang selalu ideal. Karena demikianlah terminologi visi, hal yang besar, mencakup semua, dan tidak mungkin mudah terwujud. Agar semua orang terus dan terus berusaha mewujudkan? Sementara kondisi tetap dihiasi ketidakadilan, kemiskinan dan kesejahteraan yang tak kunjung terwujud.

Mengawal Politik Kebijakan Sukoharjo

Qahar Muzakir*))
Tidak dapat dipungkiri mengenai maraknya aksi massa mengusung tuntutan kepada pemerintah Indonesia mengenai pendidikan dan kesehatan gratis. Dari organisasi kepemudaan, ormas hingga LSM yang menyuarakan aspirasi mewakili suara akar rumput masyarakat. Saat pendidikan dan kesehatan gratis menjadi ‘mimpi mahal’ banyak daerah di Indonesia, maka patut kiranya memberikan apresiasi positif terhadap kebijakan pemerintah daerah Sukoharjo yang telah mengeluarkan kebijakan pendidikan dari SD hingga SMA/SMK dan kesehatan gratis. Bahkan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) juga gratis.
Kebijakan pendidikan gratis yang dikeluarkan mulai tanggal 2 Januari 2007 diharapkan mampu meningkatkan intelektual masyarakat dan memenuhi hak pendidikan serta mewujudkan program wajib belajar sembilan tahun. Kebijakan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan Sukoharjo sehat tahun 2010. Sebuah langkah baik dalam mengembangkan, memajukan dan membangun sumber daya manusia kabupaten Sukoharjo.
Terwujudnya Tujuan dan harapan pembangunan daerah dalam peningkatan sumber daya manusia dapat terlaksana secara optimal bila didukung dari berbagai sisi. Tidak hanya dari sisi kebijakan tapi juga peran-peran aktif dari seluruh elemen masyarakat. Karena terdapat beberapa catatan penting yang mengiringi kebijakan pemerintah daerah Sukoharjo tersebut. Kebijakan pemda Sukoharjo hadir dalam situasi kesadaran dan kemandirian rakyat belum terbangun dengan baik. Budaya kesadaran belajar dan pola hidup sehat belum tumbuh, dan kemandirian ekonomi serta kesadaran pajak belum kuat.
Bumerang Kebijakan Karitatif Pemda Sukoharjo
Bila di analisa lebih mendalam, kebijakan pemda Sukoharjo tergolong sangat berani. Mengingat besarnya konsekuensi anggaran daerah yang harus digunakan untuk mendukung keterlaksanaan kebijakan tersebut. Serta penurunan pendapatan asli daerah yang selama ini didapatkan dari lini tersebut. Dengan asumsi penerimaan kas daerah yang relatif stabil, tanpa peningkatan signifikan, anggaran untuk menunjang pendidikan dan kesehatan gratis akan diambilkan dari mata anggaran yang ada. Apalagi pendapatan asli daerah (PAD) saat ini menurun sebesar 2,17 miliar dari Rp 37,53 miliar menjadi Rp 35,36 miliar (Solopos, 13/9/2007). Dalam jangka panjang akan sangat mengkhawatirkan bila mata anggaran yang dikurangi ialah anggaran yang juga berada pada tataran pelayanan publik seperti sarana transportasi, peningkatan perekonomian, sarana ibadah, subsidi petani, perlindungan buruh dan lainnya.
Bila kesadaran hidup sehat masyarakat belum terbentuk atau mulai untuk dibentuk, maka Puskesmas yang digratiskan tidak akan dapat memberikan hasil jangka panjang. Masyarakat masih membuang sampah disungai, tempat sampah belum dipisahkan antara yang organik dan anorganik, sanitasi baik belum tertata, pengetahuan kebutuhan makan sehat dan kesadaran disiplin kesehatan masih kurang. Begitu pula dalam hal pendidikan yang kemudian menjadi ‘hal remeh’ bagi masyarakat. Dorongan orang tua pada anak untuk bersekolah menjadi menurun dan aktivitas siswa pada program ekstrakurikuler sekolah kian kurang diminati. Terlebih cara pandang masyarakat mengenai pendidikan yang berkualitas adalah yang mahal. Pada akhirnya masyarakat akan menempatkan pendidikan gratis sebagai pantes-pantes tanggungjawab pemerinta; dalam hal ini pemerintah daerah.
Kebijakan pemerintah dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kebijakan yang bersifat karitatif. Karena hanya bersifat memberikan layanan publik secara cuma-cuma. Terlebih melihat berbagai kemungkinan konsekuensi yang nantinya akan dihadapi, tidak menutup kemungkinan dapat menjadi bumerang selama 8-10 tahun ke depan. Dimana pemerintah daerah dan masyarakat Sukoharjo tidak merasakan perubahan positif yang signifikan, dan justru terjadi kemunduran yang lebih jauh. Meskipun untuk mengeluarkan kebijakan yang terjangkau (baca:murah) sesuai dengan tingkat kemandirian ekonomi dan kesadaran masyarakat akan sangat subjektif. Mengingat beragamnya kemampuan ekonomi dan kesadaran masyarakat, serta minimnya data yang selalu diperbaharui dari waktu ke waktu untuk bisa menjadi landasan kebijakan bagi pemerintah daerah.
Setidaknya masyarakat mesti menyadari bahwa peran-peran mereka dalam membayar pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah nantinya akan diputar kembali untuk diberikan pada masyarakat dalam bentuk layanan publik. Terbangun tatakelola (governance) kontrol sosial yang baik terhadap jalannya pemerintahan, program kebijakan, sektor potensi PAD, anggaran perbelanjaan daerah dan sebagainya. Dengan demikian tujuan dari kebijakan pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar gratis dapat diwujudkan dalam bentuk yang optimal dengan landasan yang kuat.
Dengan demikian, semakin kuatnya kemandirian ekonomi masyarakat dapat mendukung pendapatan asli daerah dalam mewujudkan kebijakan Pemda Sukoharjo yang saat ini pro-rakyat. Semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ‘mendesak’ akan ketersediaan sumber daya manusia yang nantinya dapat mendukung pembangunan daerah dari berbagai lini. Maka dalam konteks ini, Pemda Sukoharjo harus memiliki skenario panjang bagaimana sumber daya manusia yang nantinya tersedia juga didukung oleh terciptanya ruang-ruang aplikasi baik dalam bidang ekonomi industri, pertanian, peternakan, pendidikan, kesehatan hingga pengembangan teknologi.
Berperan Dalam Pembangunan Daerah
Bentuk apresiasi positif terhadap keberanian kebijakan pemda Sukoharjo ialah elemen masyarakat berjejaring untuk menumbuhkan kesadaran dan kemandirian masyarakat. Peran organisasi masyarakat (ormas), LSM dan organisasi kepemudaan (OKP) sebagai inisiator kultural terhadap peningkatan kesadaran masyarakat menjadi penting artinya. Peningkatan kesadaran yang dilakukan pemerintah seringkali terhambat dengan pola strukturalis yang dibangun. Sementara elemen masyarakat merupakan bentuk komunitas berkesadaran yang berada di tengah masyarakat sendiri. Sehingga program-program dukungan elemen masyarakat terhadap kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis berada pada pembentukan masyarakat pembelajar dan pola hidup sehat.
Pemda pada dasarnya mengalokasikan dana untuk pengembangan masyarakat, sekolah, pelatihan dan operasional ormas dan OKP. Namun seringkali dana-dana tersebut digunakan untuk kegiatan yang bersifat proyek tanpa kesinambungan tujuan. Sehingga mata anggaran potensial untuk bisa mendukung peningkatan kemandirian dan kesadaran masyarakat habis untuk kegiatan yang bersifat momentum. Bila dana ini dapat digunakan dengan optimal maka terdapat program yang berjejaring secara horisontal di tengah-tengah masyarakat. Yang didukung kebijakan pemda secara vertikal dalam struktur sosial masyarakat.
Maka perlu untuk disusun sebuah nota kesepahaman bersama antara Pemda, ormas, OKP, LSM dan komunitas masyarakat dalam menyusun perencanaan tindakan strategis tatakelola (governance) Kab. Sukoharjo. Tindakan strategis disusun dalam rentang dan pola waktu tertentu yang saling terkait dalam mewujudkan sebuah tujuan besar. Serta memiliki luaran yang diorientasikan untuk dapat berkembang menjadi budaya di tengah-tengah masyarakat. Faktor penting dalam meningkatkan kemandirian dan kesadaran masyarakat ialah terletak pada arah perubahan mental. Yaitu bagaimana menciptakan nilai sosial baru yang membudaya dalam mendukung kesejahteraan masyarakat Sukoharjo.
*))Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
March 28, 2008

IMM dan Masa Depan Gerakan Mahasiswa

Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
April 18, 2008

Saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa mengalami masa dipersimpang jalan. Banyak pihak beropini bahwa terjadi kemunduran “kualitas” gerakan mahasiswa, bila dibandingkan angkatan gerakan mahasiswa yang sekarang jadi pejabat negeri ini. Dalam hal ini tentunya secara umum tidak terkecuali menimpa Ikatan, namun dengan beberapa kekhususan akar masalah. Kondisi yang demikian tidak terlepas dari dua hal. Pertama, IMM sebagai organisasi otonomi Muhammadiyah, mendapatkan dukungan fasilitas dan modalitas, yang justru menjebak Ikatan pada bentuk-bentuk organisasi formal. Tidak berani kritis.
Pendekatan yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam memposisikan Ikatan pun cenderung berparadigma struktur-fungsional. Ikatan –diharapkan- sebagai organisasi persemaian kader bagi Muhammadiyah, tidak lebih. Kritik yang disampaikan oleh IMM dianggap sebagai anomali dari sistem yang tertata dengan baik. Pernah pada suatu kali seorang kader bercerita bagaimana ia di kritik oleh pejabat Muhammadiyah, karena sering mengkritik Muhammadiyah dan AUM, yang justru sudah di kritik Ahmad Dahlan. “Kamu pasti di kos bacanya Marx. Bagaimana Muhammadiyah dapat maju kalau bacaannya penindasan-penindasan macam itu”. Bila “kemajuan” bagi Muhammadiyah berarti dengan menjadi penindas baru di negeri ini atas nama gerakan kemanusiaan, maka IMM harus menjadi gerakan pertama yang menentangnya atas nama Islam.
Kedua, persaingan antar gerakan mahasiswa lain yang relatif lebih “independen dan bebas” dalam menentukan isu-isu gerakan yang berkaitan dengan rakyat. Ikatan menjadi kurang kreatif dan berani dalam melakukan respon cepat kebutuhan gerakan, organisasional, perkaderan dan jaringan; karena terlalu banyak pertimbangan “posisi” dengan Muhammadiyah. Keberadaan IMM dan ortom lainnya tidak terlepas dari kuasa-peran Muhammadiyah dalam arti makro, baik secara struktural, khittah gerakan, karakter kaderisasi dan kebijakan organisasi. Tentunya, IMM seringkali di cap “nakal”, tapi malu-malu kucing. Ungkapan Pak Djasman layak menjadi tamparan pada kita, “bila ada yang menghalangi IMM dalam mewujudkan tujuan, maka lawan, tak peduli orang tua sendiri”. Dan itu artinya, meski banyak basis perkaderan Ikatan berada di PTM dan tumbuh berkembang dengan limpahan dana, ia tak boleh menjadi lunak karena itu.
Derap Kebangkitan
Kebangkitan IMM harus didengungkan lebih dari sekedar slogan. Empat persoalan dasar yang dihadapi IMM saat ini, dan umumnya gerakan mahasiswa; sebagaimana rumusan penulis pada pertemuan staf harian PC IMM se-Jateng November 2007. Pertama, gerakan mahasiswa saat ini mengalami kegamangan arah gerakan. Pada masa Orla dan Orba, pemerintahan otoritarian dan korporatisme ini memiliki banyak catatan kelam yang pantas menempatkannya menjadi musuh bersama. Tapi pasca reformasi? Gerakan mahasiswa dan banyak gerakan sosial lainnya dihadapkan pada kesadaran perlawanan terhadap kapitalisme, neofeodalisme dan neoimperialisme; tapi minim kemampuan dalam menerjemahkannya hingga di tingkat lokal. Bingung dalam menskematisasi berlakunya sistem dan modus operandi yang digunakan. Sehingga beberapa gerakan sosial, bahkan gerakan mahasiswa, menjebakkan dirinya pada proyek-proyek dengan dana besar yang mengatasnamakan pemberdayaan masyarakat. Sementara tanpa paradigme dan alat analisis mengenai anti-penindasan dan anti-kapitalisme, tanpa sadar mereka semakin memassifkan sistem tersebut di tubuh masyarakat. Meski sebagian besar IMM di tataran DPD dan DPC mengusung pemberdayaan masyarakat ini, harus diakui –atau justru bersyukur- bahwa soal “pencarian dana” , kita masuk kategori paling lemah dibanding ortom lainnya.
Kedua, efisiensi dan sinergitas manajemen organisasi menurun. Manajemen organisasi gerakan mahasiswa bukanlah manajemen rigid yang sekedar mengurusi persoalan data administratif semata. Manajemen organisasi Ikatan mensinergikan perwujudan arah gerakan, konsolidasi jaringan dan pembentukan karakter kader berjalan efektif dan sinergis. Tidak memiliki jalur yang berbelit, apalagi textbook minded. Jalur panjang otorisasi dari DPP hingga ke tataran DPC mesti di pangkas. Hubungan yang dibangun adalah koordinatif dengan DPD dan DPD. DPC seharusnya memiliki keluasan kebijakan dalam menentukan wajah IMM di daerah. Dengan demikian, DPC dapat menempatkan dirinya sebagai organisator dan kontrol, yang membentuk komisariat sebagai basis ujung tombak perluasan gerakan massa. DPC membangun jaringan konsolidatif yang diperkuat melalui jaringan gerakan dan dukungan isu lebih luas di tataran DPD dan DPP. Memutar logika top down yang feodalistik menjadi bottom up yang progresif.
Ketiga, pendidikan perkaderan seharusnya dirumuskan dalam kerangka mewujudkan kader cerdas yang berkarakter. Bung Hatta menyampaikan bahwa pendidikan bukan sekedar mencerdaskan. Menghantarkan seseorang menjadi cerdas adalah mudah, tapi membentuk kepribadian yang berkarakter teramat susah. Terlebih bila karakter yang ingin dibentuk memiliki penguasaan atas paradigma yang dibangun: spiritualitas, intelektualitas dan humanitas. Tiga dasar ini bukanlah sesuatu yang terpisah atau salah satu lebih unggul dari lainnya. Ia adalah kesatuan utuh karakter kader. Empat deklarasi (Deklarasi Kota Barat -Solo, Deklarasi Garut, Deklarasi Baiturrahman -Semarang serta Deklarasi dan Manifesto Kader Progresif -Malang) yang selama ini berulang kali di tulis, di bahas dan di dengungkan tak kunjung pula menjadi sebuah gerakan. Ternyata kader Ikatan memang teramat cerdas merumuskan banyak hal, tapi kurang berkarakter dan menggigit dalam melakukan tindakan.
Keempat, lemah dalam membangun sayap jaringan gerakan serta membangun organ-sayap independen di luar Ikatan. Jaringan yang dibentuk, organ sayap yang dibangun dan kerjasama yang dijalin tentunya bukan kepentingan pragmatisme pribadi, melainkan kebutuhan dan kepentingan jangka panjang Ikatan. Mengenai partai politik –yang selalu hangat diperdebatkan-, ada baiknya menyitir keterangan Gramsci mengenai Intelektual Organik. Intelektual organik dapat berada di dalam kekuasaan atau di luar kekuasaan, hidup di tengah masa tertindas. Pembeda terdasar intelektual organik bukanlah letak posisinya pada kekuasaan, akan tetapi keberpihakan paradigma dan gerakannya pada masa tertindas. Bila ternyata kekuasaan tak lagi dapat “diluruskan”, intelektual organik harus mengorganisir massa rakyat untuk melakukan perlawanan dari luar, sekaligus menghancurkan kekuasaan otoritarian dari dalam. Tapi jangan pernah merasa hebat dengan memasuki kekuasaan, tanpa pergerakan taktis dan strategis.
Kibar Panji Ikatan
Kader-Aktivis merupakan terminologi anggota IMM yang ideal. Sebagai kader ia bukan sekedar anggota, melainkan memahami visi dan tujuan Ikatan, dengan penuh kesadaran memilih IMM sebagai wadah perjuangan gerakan. Sebagai kader, ia mestilah memiliki penguasaan dan wawasan atas Islam selaku agama dan Muhammadiyah sebagai gerakan, serta berkapasitas intelektual dalam arti yang luas. Sebagai aktivis, ia memiliki penguasaan sebagai intelektual gerakan dengan anti-kapitalisme dan anti-neoimperialisme sebagai paradigma. Ia pula, memiliki seperangkat kompetensi sebagai aktivis gerakan dengan kemampuan praksis lapangan. Tidak semua anggota IMM adalah kader. Tidak semua kader adalah aktivis, sebagaimana tidak semua aktivis di dalam IMM bervisi kader. Masa depan IMM berada di tangan kader-aktivis.
Karakter kader-aktivis dapat terbentuk dengan perumusan tafsiran baru atas spiritualitas, intelektualitas dan humanitas. Kebutuhan identitas-karakter atas tiga pondasi tersebut mensyaratkan adanya kepaduan ideologis dan simbolis. Spiritualitas, mengacu pada pemikiran Fazlur Rahman mengenai pentingnya Islam dipahami secara utuh, bukan parsial, untuk kemudian menjadi basis ontologis dalam bertindak. Hal ini merupakan bentuk perlawanan atas logika positivis yang menghantarkan abad 20 pada kondisi unsecurity ontological. Dari Sayyid Qutb kita belajar bahwa, ”pemahaman atas agama ini tak boleh diambil dari orang-orang yang tak berjuang, yang hanya berinteraksi dengan kertas-kertas dingin!”. Qutb meyakini keberhasilan perjuangan bukan keberanian semata, tapi keyakinan dan prinsip untuk tidak berdiam diri. Kajian-kajian di masjid diselenggarkan, mimbar-mimbar di buka, berbicara mengenai –gagasan Qutb- prinsip-prinsip fundamental Islam yang bersifat revolusioner. Ia adalah revolusi melawan kekuasaan penindas, ketidakadilan, melawan prasangka politik, ekonomi, ras dan agama.
Intelektualitas. Seorang intelektual menurut Gramsci, adalah pribadi yang berpihak. Gramsci mengkecam para intelektual yang berpikir bahwa dirinya independen dan otonom. Merasa dirinya mampu memetakan masalah yang di hadapi kelas sosial dan merumuskan solusinya di secarik kertas, tanpa pernah hidup bersama mereka. Inilah pengkhianatan yang sesungguhnya dari kaum intelektual. Bukan rumusan “intelektual pengecut” ala H. J. Benda. Itulah mengapa Ali Syariati percaya bahwa peran pendidikan dapat mendorong revolusi sosial. Bagi mahasiswanya, Syariati merupakan dosen ideal dengan pidato yang memikat dan berkobar. Tradisi kuliahnya yang provokatif dan berpihak pada kaum tertindas ternyata menolak absensi administratif yang menurutnya birokratis dan membodohkan. Bagi Syariati, kembali pada Islam saja tidak cukup. Islam Abu Dzar atau Marwan? Syariati menyampaikan bahwa Islam yang benar lebih dari sekedar kepedulian. Islam yang benar memerintahkan kaum beriman untuk berjuang untuk keadilan, kemanusiaan dan penghapusan kemiskinan.
Humanitas. Ahmad Dahlan adalah sosok pendiri Muhammadiyah yang pernah di cap ‘ulama Kristen’, mengimplementasikan pemahaman Qur’an dengan mendirikan sekolah, membangun panti asuhan dan menghadirkan sarana pengobatan. Keberpihakannya begitu nampak, yang justru berbeda dengan belenggu yang menghimpit Muhammadiyah saat ini. Ada yang percaya hal ini dikarenakan pada masa itu anggota Muhammadiyah adalah entrepreneur yang tak segan mensedekahkan hartanya untuk organisasi. Tak segan Ahmad Dahlan berhadapan langsung dengan tradisi feodal Kraton dan pemahaman Islam konservatif. Bila strategi Ahmad Dahlan cukup moderat, Che merupakan sosok revolusioner yang mendunia. Wajahnya banyak terpampang di berbagai kaos dan buku, yang kini justru menjadi komoditas industri. Mereka yang mengoleksinya tak lagi ingat bagaimana pilihannya untuk terlibat bersama massa tertindas, miskin dan terlupakan, harus di bayar dengan mahal. Ia menyadari bahwa empati saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan. Sistem itu harus di tumbangkan. Che bukan sosok yang berkata ‘pergi dan bertempurlah’, tetapi justru berkata ‘ikutilah aku dan berperang’.
Epilog: Menjemput Fajar
Pertanyaannya kemudian, dari mana harus memulai? Syarat demokrasi berkeadilan menurut Buya Syafii adalah integritas kepaduan agama, ilmu dan tindakan kemanusiaan dalam diri seorang pemimpin. Hanya pemimpin demikian yang dapat menjadi rahmatan lil ‘alamin, keluasan wawasan yang dimiliki kemudian didukung oleh keberanian atas landasan nilai agama dalam mewujudkan nilai-nilai universal yang luhur. Dalam mengiringi penyelesaian empat persoalan diatas, siapkah seluruh kader ikatan melepaskan tribalisme daerah? pandangan sempit? politik kepentingan sesaat? Atau melakukan reorientasi keberadaan di Ikatan, karena memahami, sadar dan bertindak mewujudkan tujuan gerakan yang di usung; atau hanya karena terjebak pada sistem solidaritas, tekanan lingkungan dan citra apresiasi masyarakat?
Saat melakukan refleksi membuat tulisan ini, terbesit, tentu mudah bagi kader setingkat PC seperti saya berbicara idealisme dan cita-cita ideal. Sementara kakanda DPD dan DPP menghadapi goncangan yang lebih besar, pilihan yang berat dan pengambilan keputusan yang dilematis dan rumit. Sekilas, teringat pada kalimat yang –maaf- saya lupa sumbernya, “…kita tatap wajah mereka, Hatta, Soekarno, Syahrir, Natsir dan banyak tokoh lainnya, adalah pemimpin bangsa yang dilahirkan –semenjak muda- dengan cita-cita ideal yang berangkat dari bacaan mengenai M. Iqbal, Karl Marx, Ali Syariati, Rousseau, Gramsci, Qutb dll. Tapi pemimpin kita sekarang berdiri mengepalkan tangan dan berjanji tentang kesejahteraan rakyat, justru dengan cita-cita mendapatkan mobil mewah, rumah indah dan deposit bank yang besar”. Merekalah negerawan yang lahir dari integritas yang dilahirkan dari dunia akademisi. Seperti ungkapan Hatta bahwa, ”tugas kampus bukan hanya mencetak mahasiswa pintar. Mudah membuat seseorang pintar, tapi sangat sulit untuk mencetak manusia yang berkarakter. Itulah tugas dunia akademisi, tugas perguruan tinggi”. Bukankah tujuan Ikatan yang termaktub dalam konstitusi ialah membentuk akademisi? Tapi, akademisi yang seperti apa?
Kelayakan dan keyakinan terhadap pemimpin bukan karena besarnya massa yang ia peroleh, tapi integritas yang terdapat dalam dirinya. Sampai kapan perhelatan Ikatan “hadir” karena demikianlah Muhammadiyah menghendaki. Bila terdapat pemimpin yang ber-azzam mengusung kebangkitan Ikatan, di Komisariat, Cabang, Daerah dan Pusat, kepadanyalah selayaknya kita berkhidmat.
Tak ada tulisan penutup yang lebih tepat selain mengutip Eko Prasetyo. Dalam bukunya Jadilah Intelektual Progresif, ia menuliskan pertemuan imajiner dengan Che Guevara dengan amat mempesona:
“…Berdiri dan lihat apa yang bisa kau perbuat untuk mereka yang miskin. Tulisanmu memang menyulut, tapi itu saja tidak cukup!….Apa kau tidak malu melihat ini anak muda. Perutmu kenyang. Kamarmu penuh buku. Bajumu licin berseterika….mereka hidup terlunta. Kau pikir dirimu tak terlibat dengan kondisi kejam ini? Kau seorang terpelajar yang dibesarkan oleh ide, nilai dan gagasan raksasa. Tapi itu semua tak membuatmu berani merubah keadaan….Yang kulihat sekarang bukan gerakan, tapi kumpulan penakut yang berambisi besar. Mereka lupa gerakan tak dibentuk semata-mata dengan uang, tapi pandangan tunggal tentang masalah! Kalian tak tegas melihat persoalan….Sudah waktunya kau berfikir, tentang gerakan perlawanan yang sesungguhnya.” (2007:118-119)
Tidak pernah ada kata terlambat untuk berubah. Dalam rangka menyambut muktamar, merupakan momentum tepat untuk melakukan refleksi; saatnya telah datang, untuk menjemput fajar yang cerah!. Tertundanya pertemuan bukan sebuah alasan bagi kita untuk terus mengutuk kegelapan malam. Kalimat terakhir yang dapat saya sampaikan: sekalipun gelapnya malam merampas senyum dan semangat dari matamu, yakinlah ia tak akan pernah mampu merampas nyala api perjuangan di hatimu! Abadi Perjuangan!!

Harapan Pada UU ITE; Bukan Sekedar Masalah Pornografi

Qahar Muzakir*))
Masih banyak orang yang belum paham benar apa sih yang diatur oleh UUITE itu. Padahal sudah disediakan situsnya dan sekalian forumnya untuk bertanya.Kebanyakan orang masih mengira bahwa UUITE mengatur soal pemblokiran situs porno semata, bahkan dari acara Perspektif Wimar di ANTV dengan narasumber Menkominfo ada yang mengira UUITE itu adalah UU Pornografi.Tidak heran banyak yang memberi respon reaktif. Bahkan pembahasan di milis milis dan postingan di Blog-Blog banyak yang over-reaktif dengan membahas kekhawatiran pemblokiran situs porno terhadap kebebasan berekspresi.
Sebelum saya membahas pemblokiran situs porno saya ingin lebih dulu membahas peran UUITE dengan bahasa yang tidak terlalu hukum (karena saya juga bukan orang hukum) dan juga tidak terlalu teknis. Saya akan ambil sebuah contoh kasus. Tanggal 31 maret kemarin pasti banyak diantara karyawan yang diwajibkan mengisi laporan pajak tahunan (SPT) dan melaporkannya. Ini kali pertama, tahun lalu belum seperti sekarang. Saya juga sempat ngantri di kantor layanan pajak Matraman dengan nomor antrian 1260, padahal ketika saya sampai jam 2 siang, antrian baru sampai 1014. Banyak diantara yang antri berasal dari kantor yang memiliki akses Internet dan bahkan ada beberapa yang download formulir isian pajak dari website kantor Pajak.
Karena lelah antri, banyak yang menggerutu dan banyak yang balik kekantor karena ada urusan yang lebih penting. Sungguh suatu pemborosan waktu dan tenaga. Sebenarnya SPT bisa dikirim lewat pos dan bisa lewat web kemudian dikirim secara elektronis tapi dokumen elektronis hanya bisa dikirim melalui jasa Application Service Provider yang telah ditunjuk oleh kantor Pajak. Itupun untuk jenis laporan tertentu harus bayar.
Tak bisakah kita isi formulir isian dalam file MS Word atau MS Excel lalu hasilnya kita kirim melalui email? Kalau bisa saya yakin sebagian besar wajib pajak yang memiliki akses Internet akan memilih cara itu dan hidup akan jauh lebih menyenangkan. Jawabnya tidak bisa, karena dokumen elektronis tidak bisa dianggap sah secara hukum. Tidak ada payung hukum yang bisa dipakai untuk dijadikan dasar bahwa dokumen elektronis seperti email bisa dianggap sah dinegeri ini. Di negara yang telah maju payung hukum itu tersedia sehingga hidup mereka menjadi sangat dipermudah, usaha berkembang, tertib aparat, negara maju, rakyat makmur. Disinilah peran UUITE untuk bisa memberi payung hukum pada dokumen elektronis yang dipakai sebagai dokumen transaksi hukum.
Itu salah satu contoh kecil yang semoga mudah dipahami. Peran UUITE yang lebih besar bisa kita lihat pada bidang bidang perdagangan, pemerintahan, perbankan, pendidikan, kesehatan, dan hampir semua kegiatan. Kenapa? karena jaman telah menuntut pemanfaatan teknologi informasi disemua bidang. Dunia sedang bergerak kearah Globalisasi, kalau kita tak menyesuaikan diri maka kondisi compang camping negeri ini yang terkesan salah urus akan semakin parah. Rakyat semakin banyak, kerja aparat pemerintah dalam melayani rakyat tidak efisien dan cenderung korup.
Di sektor pemerintahan ada program e-Government. Dengan e-Government orang yang berurusan dengan pemerintah bisa mendapat layanan satu atap dan atau bahkan satu loket saja. Dengan demikian memperkecil kesempatan bagi para oknum aparat untuk melakukan pungli. Reformasi memang telah membuka keran demokratisasi tapi juga mengandung ekses negatif berupa transfer korupsi dari pusat ke daerah.
Bagi orang yang salah paham tentang peran UUITE mereka biasanya bilang, “Ngapain pemerintah ngurusin situs porno, urus saja korupsi yang menyengsarakan rakyat.” Saya bisa maklumi karena mereka mungkin tidak mengetahui peran UUITE dalam menekan tingkat korupsi. Salah satu lahan korupsi oknum aparat pemerintah adalah proses pengadaan barang. Proses pengadaan barang dilembaga pemerintahan mulai dari lelang hingga pembayaran sementara ini menjadi lahan korupsi struktural yang telah menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi yang “membanggakan”. Proses pengadaan barang secara konvensional dengan dokumen kertas melibatkan lebih banyak peran manusia sehingga memberi kesempatan manipulasi dan ujung-ujungnya korupsi.
Bila semua proses transaksi dan pengurusan dilakukan secara elektronis (e-Procurement) maka pengadaan barang bisa lebih efisien, terkontrol dan aman. Dengan e-Procurement proses tidak lagi menggunakan kertas, semua transaksi bisa lewat elektronis, hemat waktu, biaya dan yang paling penting menekan korupsi. UUITE memberi landasan hukum atas dijalankannya e-Procurement.
Sekarang dilingkungan Pemda sedang digalakkan pemanfaatan teknologi informasi untuk e-Government dan e-Procurement. Memang masih beragam tingkat pemanfaatannya tapi ada beberapa Pemda yang sudah siap dan hanya tinggal menunggu UUITE disahkan. Sekarang UUITE sudah disahkan, Pemda dan instansi instansi pemerintah akan semakin digalakkan memanfaatkan teknologi informasi untuk segera masuk ke era e-Government dan e-Procurement.
Didunia pendidikan juga demikian dengan Jardiknas (e-Education) yang meliputi dinas pendidikan Propinsi, Kabupaten, Perpustakaan dan Perguruan Tinggi. Tahu sendiri iklan di TV yang menayangkan adegan “Besok Internet Datang” di desa desa. Dengan program sebanyak itu konsekuensi logisnya adalah meningkatnya kreatifitas pengembangan software tanah air, karena kebutuhan aplikasi yang memiliki requirement specification lokal semakin meningkat.
Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas) telah mencanangkan 7 megaproyek (flagship) yang akan membutuhkan banyak sekali resource dibidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Diharapkan pengembang software lokal lebih banyak berperan dan 7 flagship tersebut dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dalam rangka itu Deperindag akan melakukan sertifikasi kematangan proses pengembangan perangkat lunak pada para pengembang software lokal (KIPI).
Jadi panjang sekali buntut dari disahkannya UUITE ini, yang semuanya atas nama demi tercapainya masyarakat yang mampu memanfaatkan TIK dengan baik. Hidup akan lebih mudah dan menyenangkan, betapa tidak karena banyak urusan bisa diselesaikan dengan lebih mudah dan cepat. Saya ingin kasih gambaran sedikit tentang manfaat apa yang bisa kita peroleh bila e-Government telah berjalan dengan baik. Sementara inikan orang tahunya kalau e-Government itu hanya bermanfaat untuk mendapatkan KTP dengan cepat di satu loket.
Saya ingin kasih ilustrasi sederhana yang tidak terlalu jauh mengawang awang.
Kita semua pernah sakit. Kadang instansi tempat kita bekerja membutuhkan surat keterangan sakit dari dokter untuk keperluan administrasi. Setelah itu kalau mau reimburse biaya obat harus ada kwitansi dari apotek. Semua itu harus dalam bentuk kertas dan tidak boleh dalam bentuk elektronis.
Jika TIK sudah dijalan dengan baik dengan payung UUITE maka dokter bisa langsung membuat email kepada manager HRD kantor anda dan menerangkan bahwa Anda sakit dan butuh istirahat. Email dari dokter dianggap sah secara hukum.
Contoh lain yang lebih kompleks, anda sedang lalai dalam berkendara dan melanggar marka jalan dijalan protokol. Ada polisi iseng yang beruntung memergoki anda dan seperti biasa minta damai.
Karena e-Government telah berjalan dengan baik maka NIP polisi tersebut telah tercatat di Database kepolisian dan yang perlu anda lakukan adalah membuka akses Mobile Banking dari HP anda dan bayar dendanya dengan attribut nomor SIM anda NIP polisi tadi.
System akan mencatat pembayaran denda tersebut berikut dengan NIP polisi dan nomor SIM anda. Kemudian sistem akan mengirim SMS kepada polisi yang menilang anda tersebut dan juga kepada anda dengan pemberitahuan bahwa anda telah membayar denda dan boleh dipersilahkan melanjutkan perjalanan.
SMS yang dikirim kepada anda menjadi bukti pembayaran yang sah secara hukum.
Contoh lain yang lebih sederhana lagi adalah program National Identity Number (NIK). Dengan NIK memungkinkan semua kartu identitas bisa dijadikan satu. Mulai dari SIM, Passport, KTP, KTM, NPWP bahkan bisa dibundle dengan kartu ATM atau kartu kredit. Dan kartu tersebut bisa diasosiasikan dengan email anda, polis asuransi, sertifikat tanah dll. Intinya hidup bisa jadi lebih mudah.
Semua itu hanya mungkin bisa dicapai jika ada UU yang menjadi landasan hukumnya. Tanpa UUITE semuanya tak mungkin terjadi. Jadi UUITE tidak sekedar mengurus pemblokiran situs porno.
*))Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
April 19, 2008

Saat Ku Pulang Tinggal Nama

Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com

Aku tau bahwa mungkin ini bukan jalanku
setiap kali ku ayunkan langkah kecilku
tiap kali itu pula ku merasa perih
aku tersayat dan gelisah dalam pendirianku
mencoba berjalan dalam kegelapan malam
menjadi bintang yang muncul bukan di siang hari

Aku tau bahwa mungkin ini bukan jalanku
menjadi terpandang dan dikagumkan
seakan aku bulan yang selalu mereka idamkan
sementara relung-relung realitas tidak menyatakan yang sama
bukan berada dalam tidak tak tersentuh tapi menjadi

Aku tau bahwa mungkin ini bukan jalanku
ketiadaan bukti bukan merupakan bukti ketiadaan
saat ku pulang tinggal nama
ceritakan perjalanan dan derita yang ku rasakan
bukan derita ketika aku tak makan
bukan derita ketika aku terluka
bukan derita ketika aku terpenjara
… Bukan!!

Aku tau bahwa mungkin ini bukan jalanku
derita mendalam yang kurasakan
melihat mereka mengais sampah
disebelah orang-orang yang makan kekenyangan
melihat mereka menjerit kesakitan
disebelah orang-orang yang berobat keluar negeri karena panu
melihat mereka yang hanya melihat gambar koran
disebelah orang-orang yang menghamburkan uang

Aku tau bahwa aku mengalami kegelisahan
ku mencoba untuk tidak gelisah
pijar matahari membuat mataku terbuka
dan tetap terbuka
tapi aku bahagia aku gelisah
setidaknya ku memiliki sesuatu yang berharga
dan bukan “kemapanan” yang dipertanyakan

Andai aq pulang tinggal nama
ku harap kematianku akan tetap berada di bumi
kegelisahan yang kurasakan
akan membuka mata hati mereka…
yang hidup bukan untuk dirinya
melainkan demi mereka yang dicintainya

Solo, 11 Februari 2006

Bukti Air Mata


Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com

Kutiupkan tiap butir-butir rindu dihatiku
sementara genggamanku kian lemah dan rapuh
kesedihan yang kurasa layaknya bintang
begitu gemerlap, indah dan mengagumkan
tajam dan nanar dalam gelapnya kehidupan

Untuk bulan yang terpaku bisu
aku tau kau lelah menjadi saksi sejarah
melihat tiap ruas keadilan terpatahkan
rongga-rongga kejahatan diperkuat
semut-semut yang tetap mencari makan
meski timpat ia tinggal telah habis terbakar

Ia diam bukan karena membisu
tapi aku yakin bulan tidak pernah ketakutan
atau bulan berselingkuh dalam selimut kegelapan?
bukankah pelukmu dengan bintang menjadi sejarah?
sejarah yang tak pernah kalian ukir
melainkan sejarah yang tetap dikenang

Demi mereka yang menangis dan tertindas
kutundukkan kepalaku padamu,
untuk penguasa yang menindas
kan kutunjukkan angkuh dan kepalanku
dihadapanmu aku akan tegak

Solo, 11 Februari 2006
19.30

Menjadi “gelisah” Itu Indah


Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
February 3, 2008

Mungkin aq bisa berbicara bohong pada tuhan
tapi qu tahu Tuhan kan memahamiku
memahami apa yang selama ini menjadi mapan
tidak lagi membuatqu tersenyum
apalagi tertawa bersama kesunyian

Aq yakin aq tak lagi bisa masuk surga
tuhan-tuhan bangsat itu telah mengusirku
bukan karena aq tak seperti mereka
tapi karena aq bukan dari mereka

Menjadi gelisah itu indah Tuhan
kurasakan betapa sejuknya cinta
kuresapi tiap alunan yang memecah keheningan
malam memelukku dalam kehangatan rindu

Terima kasih Tuhan
menjadi gelisah itu indah
di tengah caci maki tuhan
dihadapan panitia surga neraka
satu hal yang kutakutkan
ketika…
kegelisahan ini tak kurasakan lagi

Doa Demi N[M]era[e]ka


Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com February 3, 2008

tebuslah diriku Tuhan…
dengan panas selaksa Api Neraka!

apakah kau minta aku bersujud,
dalam pelukan dinginnya malam?
apakah kau ingin aku menangis,
dalam kerinduan yang mendalam?
apakah aku harus tersenyum,
dalam kemesraan merindu?

bukan…
sekali lagi bukan Tuhan!
kan kukatakan pada-Mu dengan doa
kau tak perlu merayuku dengan Surga
apalagi Neraka tuk menyudutkanku
mengapa Kau ciptakan aku Tuhan?!

kan kukatakan pada-Mu dengan doa
aku tak ingin Surga dan kesenangan
bidadari yang membuatku tersenyum
hingga ruang-ruang kesedihan tak lagi dihatiku
hingga aku kan tetap tersenyum Tuhan…
lelah dan terlelap dalam senyuman
melihat mereka yang kesakitan
menangis dan berteriak penuh kebencian
menembus batas penjaga Neraka!

tebuslah diriku Tuhan…
dengan panas selaksa Api Neraka!
kupanjatkan dia untuk N[M]era[e]ka
hujamkan kakiku hingga dasar Neraka terkelam
hingga tak lagi ada ruang tak tersentuh
angkuhkan aku pada langit-langit tertinggi
hingga tak lagi iblis dapat melihatku

tebuslah diriku Tuhan…
dengan panas selaksa Api Neraka!
biarkanlah aku sendiri Tuhan…
dalam panas selaksa Api Neraka!

agar mereka…
dapat tersenyum dalam indahnya Surga
restui aku Tuhan…
dalam panas selaksa Api Neraka!

bencana dan Kau


Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
March 14, 2008

Adakah kau ciptakan penderitaan
Pada mereka yang tengah kelaparan
Tuk sekedar menjadi cobaan
Dalam hingar bingar kemunafikan

Benarkah Kau hadirkan bencana
Pada mereka yang papa
Tuk sekedar menjadi ceritera
Dalam peluk mesra penuh dosa

Kesedihan ini begitu mendalam
Hingga aku tak mengerti awalnya
Bagaimana ia telah membuatku terdiam
Hingga ku tak sadar semua tlah sirna

Apakah itu makna cinta
Berbagi denganMu saat gelisah
Kembali padaMu saat bersedih
Ataukah itu adalah nista

Ku tak sanggup memandang
Jiwa dalam diriku yang gelisah
Tapi kudengar taluk bunyi genderang
Perlahan menatapku lirih

ijinkan ku


Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
March 14, 2008

kau berhak untuk tidak menerima cintaku
tapi kau tak berhak untuk melarangku
…untuk mencintaimu

bila memang aku tak dapat menjadi orang yang kau cintai
mohon…
ijinkan aku menjadi orang yang kau benci
dengan demikian…
kau akan tetap mengingatku

[sedikit mengutip syair Sapardi]

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
seperti kata…
yang tak sempat diucapkan kayu kepada api
yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
seperti isyarat…
yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada

Dimanakah kau Tuhan?


Qahar Muzakir
Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com

Dimana harus ku cari Tuhan?
Adakah Ia bersama mereka yang mangaku hamba
Merasa benar, suci dan tanpa cela
Dari mulutnya tergambar surga
Hanya untuk golongan mereka

Dimana dapat kutemukan Tuhan?
Dalam bilik mereka yang kelaparan
Merasa sakit atas adilnya kehidupan
Dari matanya tergambar neraka
Untuk mereka yang berdiam

Dimana kudatangi cinta Tuhan?
Dalam bangunan yang dibangun Ibrahim
Diluar batas

Kan ku katakan pada Tuhan
Ia bukan pada yang kukenakan
Bukan pada yang kukenal
Bukan pada yang terceritakan

Kan ku katakana pada Tuhan
Ia pada hati dan pikiranku
Pada jiwa dan langkahku
Pada apa yang kurasakan

Bila dengan mengingkari surgaMu
Kan kudapatkan kekuatan dan keberanian
Menegakkan keadilan
Mendatangkan Kesejahteraan

Bila dengan mengingkari nerakaMu
Kan kudapatkan kekuatan dan keberanian
Menghancurkan ketidakadilan
Meluluhlantakkan tebing kemunafikan

Restui aq Tuhan…
Tuk dapatkan kekuatan dan keberanian
Tuk tegakkan Keadilan
Tuk meluluhlantakkan tebing kemunafikan

March 28, 2008