Megawati vs SBY

Haryanto*))
Pemilihan Presiden secara langsung merupakan ajang kompetisi politik yang hasil akhirnya amat ditentukan oleh tingkat popularitas para kompetitor di masyarakat pemilih. Maka, ketika masyarakat secara umum telah men-just seorang kompetitor dengan citra negatif dan ketiadaan wibawa maka kemungkinan untuk terpilih menjadi semakin kecil.
Sehingga tak heran jika banyak tokoh bangsa yang telah merencanakan dirinya untuk berkompetisi pada pilpres 2009 mendatang berusaha untuk menggenjot popularitasnya ke publik. Taruhlah mengenai fenomena maraknya iklan politik yang disiarkan oleh media massa merupakan salah satu upaya cerdik para tokoh politik untuk menaikkan citra positif agar dikenal masyarakat secara luas.
Namun, popularitas seorang tokoh politik tak hanya ditentukan oleh sejauh mana dirinya dikenal oleh masyarakat. Tetapi, latar belakang sosial-politik juga amat menentukan tingkat popularitas seorang tokoh politik dalam menghadapi pemilihan presiden secara langsung, seperti tingkat loyalitasnya kepada masyarakat, dan sejauh mana pengaruh kebijakan-kebijakan politik yang pernah ditelurkannya selama dirinya berada dalam struktur pemerintahan.
Berdasarkan survei terbaru Indo Barometer dengan 1.200 responden mengenai tingkat popularitas calon presiden, telah menempatkan Megawati pada urutan teratas dengan 30,40 persen suara, lalu disusul dengan Susilo Bambang Yudhoyono dengan 20,70 persen, Wiranto 9,30 persen dan seterusnya (Sindo, 30/06/2008).
Hasil survei tersebut berbanding terbalik dengan hasil survei Indo Barometer pada bulan Desember 2007, dimana SBY menduduki urutan teratas dengan 38,1 persen suara dan Megawati berada jauh di bawahnya.
Sebenarnya, menurunnya popularitas SBY di mata masyarakat merupakan sesuatu yang wajar ketika memperhatikan kondisi kepemimpinan SBY dan realitas sosial-politik yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Di antara yang paling mengeroposkan popularitas SBY adalah terkait kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berbuntut demontrasi keras gerakan mahasiswa dan hak angket DPR.
Efek real dari kenaikkan harga BBM yang mempengaruhi kehidupan masyarakat berekomomi menengah ke bawah—yang jumlahnya masih cukup besar di Indonesia—tentunya membuat masyarakat resah dan menilai pemerintahan yang dinakhodai oleh SBY tidak lagi mampu mengantarkan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Adalah Megawati, yang semenjak awal memposisikan dirinya sebagai oposisi loyal atas pemerintahan SBY kemudian mendapat untung besar dari mengeroposnya popularitas SBY. Popularitas Megawati meroket.
Meski demikian, hasil survei Indo Barometer yang masih dini tidak menjadi ukuran bahwa Megawati akan memenangkan Pilpres 2009 mendatang. Karena latar belakang politik Megawati sebenarnya tak jauh berbeda dengan SBY dalam hal kebijakan menaikkan harga BBM.
Ketika Megawati memerintah Indonesia pada periode 1999-2004 tercatat telah dua kali mengambil kebijakan menaikkan harga BBM yang dampak negatifnya juga amat besar mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Lagi-lagi semuanya amat bergantung dengan kecerdasan masyarakat pemilih dalam merasionalisasi tokoh politik yang akan berkompetisi pada pilpres 2009 mendatang. Besar harapan kita bahwa masyarakat tak akan lagi salah dalam menentukan pilihannya.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Megawati vs SBY”:

Leave a comment