Hukuman Mati Bukan Pilihan

Haryanto*))
Pelaku kejahatan berat di Indonesia terus meningkat frekuensi dan intensitasnya, seperti pembunuhan berantai, aksi terorisme, dan pengedar narkoba. Di antara pelaku kejahatan tersebut telah ada yang divonis hukuman mati oleh pengadilan. Namun, adalah suatu tragedi hukum bahwa tak ada satu pun pelaku kejahatan super berat (korupsi) yang divonis hukuman mati oleh pengadilan. Padahal, korupsi telah memberikan dampak yang lebih besar jika dibandingkan dengan kejahatan pembunuhan, yaitu mengambil hak jutaan rakyat Indonesia untuk hidup sejahtera.
Sebenarnya persoalan yang paling mendasar bukan semata-mata terletak kepada apakah pelaku korupsi pantas menerima vonis hukuman mati, tetapi apakah penerapan hukuman mati bagi koruptor cukup efektif untuk menghapuskan perilaku koruptif pejabat negara yang telah menggurita ini?
Untuk itu, kita bisa berkaca dari kasus kejahatan berat yang pelakunya pernah diberikan sanksi hukuman mati. Taruhlah aksi terorisme. Semenjak tragedi bom Bali yang kemudian berakhir dengan dijatuhinya vonis hukuman mati kepada Amrozy cs—pelaku pemboman—ternyata teroris-teroris baru tetap bermunculan. Begitu pula yang terjadi atas kasus psikotropika yang belasan orang pelakunya telah divonis hukuman mati, ternyata peredaran narkoba juga terus merusak anak-anak bangsa.
Hal itu menandakan bahwa hukuman mati tidak pernah benar-benar efektif dalam menjerakan pelaku kejahatan berat. Karena pelaku kejahatan berat dalam menjalankan operasinya tidak disebabkan oleh lemahnya sanksi hukum yang berlaku, melainkan lebih kepada keinginan, pengetahuan, dan kekuasaan yang dimilikinya. Artinya, pelaku kejahatan berat tidak akan pernah benar-benar mempertimbangkan sanksi hukum ketika melakukan tindak kejahatan.
Di samping itu, hukuman mati sebenarnya adalah bentuk pengkhianatan atas hak dasar manusia untuk hidup, yang merupakan salah satu pilar demokrasi. Artinya, ketika pengadilan memvonis pelaku kejahatan berat dengan hukuman mati sejatinya pengadilan juga telah melakukan tindak kejahatan yang serupa, yaitu dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain.
Maka dari itu, hukuman mati sudah saatnya dihapuskan dari sistem hukum di Indonesia karena hukuman mati bukanlah pilihan yang tepat untuk menghapuskan praktek kejahatan berat—termasuk korupsi. Apa lagi, hingga saat ini sudah setengah dari negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek hukuman mati. 88 negara di antaranya telah menghapuskan sepenuhnya, 11 negara menghapuskan hukuman mati terhadap tindak pidana biasa, dan 30 negara melakukan moratorium (de facto tidak melakukan) hukuman mati.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Hukuman Mati Bukan Pilihan”:

Leave a comment