Mengestafetkan Kepemimpinan Nasional

Haryanto*))                                
Pandangan diskriminatif yang mengatakan bahwa kaum muda belum layak untuk menjadi bagian dari kepemimpinan nasional sebenarnya adalah kebohongan besar. Pandangan tersebut merupakan konstruksi sosial-politik yang diciptakan oleh pemimpin-pemimpin tua yang tidak mau mengestafetkan kepemimpinan nasional kepada kaum muda.
Penyumbatan pintu kepemimpinan nasional bagi kaum muda ini sebenarnya terlihat jelas apabila memperhatikan usia presiden yang menjabat sejak orde reformasi. B.J Habibie, memasuki masa jabatannya pada usia 62 tahun; kemudian disusul oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berusia 59 tahun; Megawati Soekarnoputri berusia 54 tahun; dan terakhir Susilo Bambang Yudhoyono berusia 55 tahun.
Padahal, tegaknya negara Indonesia yang berdaulat lebih dipelopori oleh perjuangan kaum muda yang memiliki visi kebangsaan dan pemikiran-pemikiran cemerlang yang anti penjajahan. Soekarno, Hatta, dan Natsir adalah pemimpin bangsa generasi pertama di negeri ini yang menunjukkan betapa kaum muda amat mampu menjadi sesosok pemimpin. Mereka dalam usia empat puluh tahunan telah berkibar menjadi tokoh-tokoh nasional yang disegani.
Mereka (Soekarno, Hatta, Natsir) dikatakan muda bukan semata-mata karena pertimbangan usia. Tetapi, cara berpikir mandiri yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap hegemoni asing yang telah mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia Indonesia adalah pertimbangan utama sehingga mereka berpredikat pemimpin muda.
Soekarno pernah berpidato “Imperialisme modern telah menyalahgunakan bumi Indonesia sebagai tempat untuk menggali bahan-bahan dasar, sebagai pasaran untuk produksi yang berlebihan…dan makin lama makin sebagai daerah operasi untuk menanamkan modal sebesar ratusan bahkan ribuan gulden...
Namun, begitu berbeda dengan sikap para pemimpin tua di era reformasi ini, yang seolah-olah membiarkan perusahaan-perusahaan asing mengeksploitasi sumber daya alam dan membeli satu per satu aset-aset negara. Atas nama mengoptimalkan investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, negara ini sejengkal demi sejengkal telah diperdagangkan oleh pemimpin-pemimpin tua selama beberapa generasi.
Lebih jauh dari itu, kepemimpinan kaum tua juga tidak mampu melepaskan bangsa ini dari mafia-mafia korupsi dan kolusi yang telah menjamah berbagai lini di instansi negara. Bahkan, menguatnya kepemimpinan kaum tua justru menjadi angin segar bagi tumbuh-suburnya koruptor-koruptor di lembaga peradilan dan legislatif.
Maka dari itu, pemimpin-pemimpin tua sudah saatnya sadar diri bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengestafetkan kepemimpinan nasional kepada kaum muda.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Mengestafetkan Kepemimpinan Nasional”:

Leave a comment