Menjadikan Penjara Bebas Narkoba

Haryanto*))
Aneh bin ajaib. Kira-kira begitulah kalimat yang pantas untuk mengomentari kejanggalan atas proses penanggulangan peredaran narkoba di negeri ini. Bagaimana tidak, hampir setiap hari kita menyaksikan pemberitaan di media massa perihal tertangkapnya pemakai atau pengedar narkoba. Namun hingga hari ini, persoalan narkoba tetap saja menghantui para generasi penerus bangsa Indonesia, bahkan narkoba telah ditetapkan sebagai persoalan dalam skala nasional.
Lantas, kemanakah para narkobais yang telah tertangkap tersebut? Tentu saja berada di dalam penjara. Karena penjara adalah tempat pembuangan akhir bagi manusia-manusia tak bermoral yang telah merusak tatanan sosial dalam masyarakat. Tapi, benarkah penjara merupakan tempat yang steril dari peredaran narkoba?
Tampaknya kita harus berani mengatakan “tidak” untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penjara pada saat ini lebih tepat jika disebut sebagai tempat persinggahan sementara bagi para gembong-gembong narkoba. Sebab, di tempat itulah mereka melakukan konsolidasi, mengontrol, memproduksi, hingga memasarkan narkoba dalam skala yang tidak sedikit jumlahnya.
Kenyataan bahwa terdapat pasar narkoba di dalam penjara, sebenarnya bukanlah berita baru. Pada tahun 2004, publik pernah dikejutkan oleh kasus masuknya barang haram narkotika jenis sabu-sabu di LP Kebunwaru, Kota Bandung, di salah satu kamar tahanan narapidana.
Disusul, Direktorat Narkoba Polda Jawa Timur berhasil membongkar jaringan narkoba yang ternyata dikendalikan dari tiga rumah tahanan (rutan) dan lapas, yakni Rutan Kelas 1 Surabaya Medaeng, Lapas Sidoarjo, dan Lapas Pamekasan. Kasus terakhir terjadi di Lapas kelas IIA, Padang, Sumatera Barat. Dengan ditemukannya ganja seberat 1 kilogram di kamar salah seorang tahanan yang bernama Adi Warman alias Matong.
Fakta-fakta di atas tentunya akan membawa kerangka berpikir kita menuju kepada kesimpulan bahwa telah terjadi “kolaborasi hitam” antara kriminal narkoba di dalam penjara dengan aparat penegak hukum yang bertanggungjawab mengamankan penjara.
Logikanya amat sederhana. Penjara adalah tempat yang sengaja terisolir dari “dunia luar”. Segala bentuk hubungan komunikasi yang melibatkan “dunia luar” terlebih dahulu harus meminta izin kepada aparat penegak hukum atau sipir penjara. Artinya, narkoba sebagai bagian dari “dunia luar” yang masuk ke wilayah terisolir pasti akan melibatkan oknum penegak hukum atau sipir penjara.

Mengontrol Komunikasi
Pengadaan sistem pengamanan berbasis teknologi adalah salah satu jawaban yang patut dipertimbangkan untuk melenyapkan “kolaborasi hitam” di dalam penjara. Sebab, keterkaitan aparat penegak hukum dalam peredaran narkoba juga disebabkan oleh lemahnya tingkat pengamanan yang ada di dalam penjara itu sendiri.
Boleh dikatakan jika sistem pengamanan penjara di Indonesia masih menggunakan perangkat feodal, bahkan banyak diantaranya hanya meneruskan dan memanfaatkan bangunan peninggalan Belanda. Sehingga tidak mengherankan jika banyak para narapidana yang berhasil meloloskan diri dari dalam penjara dan juga sesuatu yang wajar jika pasar narkoba di dalam penjara sulit dideteksi keberadaannya.
Dalam hal ini, minimal, penjara harus mempunyai perangkat teknologi pengawasan pada setiap kamar tahanan dan pada ruang-ruang yang berpotensi menjadi tempat berkomunikasi para narapidana, seperti ruang makan dan olah raga. Penggunaan teknologi pengawasan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi adanya proses komunikasi terlarang para narapidana, seperti terjadinya transaksi narkoba.
Jika di pasar modern saja telah memakai perangkat teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, penjara seharusnya mendapatkan perangkat teknologi yang lebih canggih dari itu. Dalam hal ini, pemerintah harus berani mengeluarkan anggaran yang lebih besar dari kas negara.
Langkah selanjutnya yaitu dengan membentuk sikap profesionalisme para penegak hukum yang terkait dengan pengamanan di dalam penjara. Artinya, aparat penegak hukum harus memiliki moralitas yang kuat agar tidak termakan rayuan maut para pengedar narkoba, dan memiliki komitmen yang tinggi untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum yang bertugas mengamankan penjara adalah orang-orang khusus yang telah melalui tahap seleksi yang ketat dan objektif. Strategi ini ditujukan untuk meminimalisir terjadinya “kolaborasi hitam” yang selalu mengiringi peredaran narkoba di dalam penjara. Dengan kata lain, penjara akan terbebas dari narkoba.
Dua solusi di atas (teknologi pengawasan dan profesionalisme aparat penegak hukum) dapat direalisasikan jika di negeri ini telah benar-benar memiliki komitmen yang tulus untuk memberantas narkoba sampai ke akar-akarnya. Karena tanpa komitmen tersebut, gagasan sebaik apa pun yang dikeluarkan oleh rakyat tak akan pernah mendapatkan respon secara positif.
Di luar itu semua, masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dari negeri ini, juga harus mulai sadar diri untuk selalu mengkampanyekan secara aktif bahwa narkoba adalah common enemy (musuh bersama) yang harus diperangi. Dan yang terpenting, jangan sampai terjebak ke dalam perangkap narkoba yang mematikan.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Menjadikan Penjara Bebas Narkoba”:

Leave a comment