KEBIJAKAN IMPOR BERAS TIDAK LOGIS

Haryanto*))
Lagi-lagi masyarakat kecil menjadi korban dari kebijakan pemerintah. Setelah para pengguna bahan bakar minyak, sekarang saatnya para petani yang mendapat giliran sebagai target operasi. Dengan berdalih menutup kekurangan cadangan stok beras nasional sebagai bentuk antisipasi terhadap musim paceklik, dan membantu beberapa wilayah di Indonesia yang kekurangan bahan pangan, seakan-akan menjadi dasar legitimasi kebijakan impor beras sebesar 210.000 ton. Memang, secara kuantitas beras impor yang akan masuk pada tahun ini dapat dikatakan cukup kecil jika dibandingkan pada tahun 1998-2002 yang mencapai 3,3 juta ton per tahunnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa titik permasalahan tidak hanya terletak kepada sedikit-banyaknya beras impor yang masuk, melainkan dampak negatif yang akan ditimbulkan dari kebijakan tersebut terhadap wong cilik, khususnya petani.
Jika dianalisis, argumentasi yang diberikan pemerintah jelaslah tidak logis, sebab cadangan stok beras nasional hanya minus 110.000 ton. Kekurangan yang sedemikian kecil tersebut pada prinsipnya dapat ditutup dengan memanfaatkan beberapa daerah di Indonesia yang mengalami surplus beras, seperti Jawa Tengah, yang pada tahun ini mengalami surplus hingga 1,5 juta ton dari 4,5 juta ton yang diproduksi (Kompas, 15 September 2006).
Selain itu, ketidak masuk akalan argumen yang dikemukakan pemerintah juga terkait dengan stabilisasi harga beras, apalagi menjelang bulan ramadhan yang biasanya harga bahan pokok seperti beras akan mengalami kenaikan. Dapat dipahami bahwa keinginan pemerintah memang baik, tetapi langkah yang dilakukan dengan mengorbankan petani yang notabenenya masyarakat kecil paling dominan di Indonesia jelas-jelas tidak dapat dibenarkan. Bahasa kasarnya, kebijakan impor beras adalah sebagai salah satu wujud dari penindasan struktural yang dilakukan oleh pejabat elit negara terhadap petani.
Jika masih ingat ketika kampanye politik terdahulu, kita cukup bangga dengan ketegasan SBY-JK karena dengan lantang memproklamirkan untuk tidak melakukan impor beras sebagai bentuk keberpihakannya kepada para petani. Namun, janji hanya tinggal janji, realitas jua yang membuktikan bagaimana sebenarnya wajah pemimpin kita.
Dampak Negatif
Hemat saya, kebijakan impor beras sudah jelas-jelas tidak rasional, dan tidak dapat diberlakukan. Dampak negatif yang ditimbulkan pun cukup krusial bagi keseimbangan bangsa. Menurut penganalisaan penulis, setidaknya ada tiga hal yang dapat menjadi catatan kita bersama, khususnya pemerintah, mengenai fenomena tradisi impor beras di Indonesia.
Pertama, dampak terhadap psikologis petani. Sadar ataupun tidak pemerintah telah meruntuhkan keyakinan para petani untuk menumbuh-kembangkan produksi padi di nusantara, padahal wacana pemberasan sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia sudah cukup massif. Lebih jauh lagi, dampak psikologis ini dapat berakibat kepada beralihnya profesi petani dari bercocok tanam padi menjadi ladang-ladang yang dianggap lebih menghasilkan, Jika hal ini sampai terjadi, bersiap-siaplah untuk mengalami krisis pangan nasional.
kedua, dampak kepercayaan petani terhadap pemerintah. Fenomena impor beras memang problematika serius yang terus-menerus menghantui para petani pada setiap tahunnya. Pemerintah sebagai kelas elit masyarakat sepertinya tidak merasakan apa yang diderita oleh para petani tersebut, sehingga kebijakan yang diambil pun cenderung diskriminatif atau mengesampingkan petani sebagai bagian yang paling dominan dalam struktur masyarakat kita. Atau dengan kata lain, pemerintah telah mensejahterakan petani luar negeri, dan memiskinkan petani di Indonesia.
Ketiga, dampak terhadap identitas bangsa. Ketika kebijakan impor beras sudah seperti tradisi turun-menurun yang mesti dilakukan pemerintah pada tiap tahunnya, maka satu pertanyaan penting yang dapat kita renungkan bersama. Apakah gelar negeri indah, subur nan makmur masih layak disandang oleh bangsa Indonesia? Keindahan, kesuburan, dan kemakmuran pada prinsipya merupakan identitas bangsa kita, untuk melestarikannya adalah kewajiban seluruh lapisan masyarakat, khususnya pemerintah yang memiliki kekuasaan.
Ketiga dampak negatif mengenai fenomena tradisi kebijakan impor beras diatas memang hanya sebagian kecil saja yang saat ini telah nyata dialami bangsa kita, tidak menutup kemungkinan akan terjadi dampak-dampak negatif lain yang akan muncul ketika beras impor benar-benar berlabuh, sebagaimana yang juga telah dialami pada tahun-tahun sebelumnya, seperti masuknya beras impor ilegal atau korupsi di tingkat elit.
Pada dasarnya dapat kita pahami tentang kekhawatiran pemerintah terhadap beberapa wilayah di Indonesia seperti Papua dan Riau yang sedang membutuhkan suntikan bahan pangan, namun alangkah baiknya jika ingin mengambil kebijakan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas dikoordinasikan terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang terkait agar tidak ada sebagian masyarakat yang merasa dirugikan.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “KEBIJAKAN IMPOR BERAS TIDAK LOGIS”:

Leave a comment