PENDIDIKAN UNTUK MASYARAKAT BERPOTENSI PKL

Haryanto*))
Fenomena PKL di negeri kita sudah seperti tradisi dagang perkotaan turun-menurun yang mengakar dan sangat sulit diberantas. Diantara motif utama yang melatarbelakanginya adalah keterpurukan perekonomian bangsa, dan rendahnya kualitas pendidikan yang digalakkan pemerintah sehingga berdampak pada minimnya daya kreatifitas masyarakat. Biasanya, langkah yang ditempuh untuk melenyapkan PKL adalah dengan melakukan penggusuran atau penghancuran warung-warung di pinggir jalan tanpa melakukan dialog terlebih dahulu (sekedar surat pemberitahuan). Hasilnya, langkah demikian selalu tidak efektif, karena pedagang kecil ini akan terus berpindah ke tempat lain yang dianggap mampu memberikan penghasilan lebih demi mempertahankan eksistensi hidup di daerah perkotaan.
Di kota kita tercinta, Pemkot mencoba melakukan tindakan yang sama tetapi dengan cara yang lebih halus. Merelokasi PKL di sekitar monumen 45 (mulai merambah ke wilayah lainnya) yang direncanakan sebagai wisata budaya, ke pasar klitikhan Notoharjo Semanggi. Memang, pedagang pinggiran ini diberikan tempat bebas biaya, dan akan mendapatkan kucuran dana dari menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) sebesar Rp. 5,09 M (Solopos, 27/07). Tetapi, apakah pemberian ini menjadi jaminan para PKL tidak akan kembali lagi ke tempat semula? Sebab bagi para PKL, wilayah monumen 45 adalah lahan strategis untuk memperoleh keuntungan dari usaha dagang, sedangkan pada tempat yang baru belum tentu menghasilkan keuntungan yang sama.
Sebagai upaya penanggulangan dalam proyek jangka panjang, tentulah bukan sekedar melakukan antisipasi agar para PKL yang telah direlokasi tidak kembali ke wilayah sekitar monumen 45, tetapi yang lebih urgen adalah memberikan perhatian penuh kepada masyarakat yang berpotensi menjadi PKL. Artinya, usaha pemutusan regenerasi PKL adalah tujuan utama ketimbang mengantisipasi para PKL yang sudah ada. Sebab, sederet masyarakat kota lainnya sedang mengantri menunggu giliran menjadi pedagang-pedagang pinggiran baru.
Memang tidak mudah merealisasikan strategi ini, tetapi bukan mustahil. Diperlukan komitmen penuh dari Pemkot Solo dan dukungan dari segenap masyarakat serta keaktifan PKL itu sendiri. Dalam mewujudkan agenda mulia ini tentunya bukan dilakukan dengan upaya-upaya yang tidak manusiawi (kekerasan) melainkan dengan cara-cara mencerdaskan melalui kegiatan pendidikan rakyat.
Makna pendidikan rakyat yang dimaksud tidak seperti kegiatan belajar-mengajar sebagaimana yang biasa diterapkan pada sekolah-sekolah formal, malainkan cukup dengan memberikan pembekalan tentang pengembangan potensi kreatifitas yang telah dimiliki oleh masyarakat yang berpotensi menjadi PKL, kemudian diarahkan untuk memanfaatkan potensi tersebut agar lebih bernilai dari sekedar berdagang a la PKL. Idealnya, pemerintah juga diharapkan mampu memberikan lapangan pekerjaan sementara untuk masa peralihan. Memang pengharapan demikian sepertinya sangat utopis jika melihat kondisi pemerintah kita saat ini, tetapi untuk program jangka panjang agenda pembentukan lapangan pekerjaan sementara mesti dilakukan jika pemerintah benar-benar ingin menghapuskan fenomena PKL.
Pra dan Pasca Pendidikan rakyat
Sebelum memasuki lebih dalam mengenai kerangka teknis pendidikan rakyat, terdapat pra syarat penting yang mesti dilakukan. Yaitu, mengadakan dialog antara calon peserta pendidikan (PKL dan masyarakat berpotensi PKL) dengan pemerintah. Maksud dari dialog ini adalah untuk melakukan pemetaan potensi kreatifitas apa saja yang telah dimiliki rakyat. Jadi, pelaksanaan pendidikan tidak serta-merta dilakukan secara sepihak, tetapi dengan berembug bersama sebagai pengamalan nilai-nilai demokrasi bangsa, dan yang terpenting adalah untuk menghindari pengadaan pendidikan yang tidak dibutuhkan oleh rakyat.
Sedangkan upaya yang harus dilakukan pasca pendidikan rakyat adalah: pertama, melakukan pendampingan kerja. Fungsi dari melakukan pendampingan adalah sebagai pemantauan tentang sejauh mana tingkat keberhasilan pendidikan yang telah diselenggarakan, sehingga memudahkan tahap evaluasi dan perbaikan-perbaikan yang dianggap perlu dilakukan sebagai nilai tambah pendidikan. Selain itu, model pendampingan juga difokuskan sebagai tempat konsultasi para pedagang jikalau mengalami kesulitan ketika mengoperasikan usahanya.
Kedua, memberikan pinjaman finansial. Dalam pembentukan usaha, penguasaan kreatifitas saja tidaklah cukup jika tidak disokong dengan modal yang memadai. Maka dari itu, setelah masyarakat mengikuti program pendidikan rakyat, pemerintah perlu memberikan pinjaman modal usaha. Tetapi, pinjaman ini tidak semata-mata diberikan tanpa pertimbangan, harus melalui prosedur-prosedur tertentu dalam batas dapat saling menguntungkan. Prosedur yang dimaksud juga akan menghindarkan jika terdapat masyarakat yang akan mengambil kesempatan untuk melakukan praktek penipuan dengan kedok masyarakat berpotensi PKL.
Sekali lagi, agenda pendidikan rakyat sebagai antisipasi terhadap fenomena PKL adalah proyek jangka panjang yang membutuhkan berbagai persiapan. Penting kiranya mendialogkan gagasan ini (jika disepakati) kepada dewan dan segenap masyarakat dalam skala luas. Sehingga dukungan sepenuhnya dapat diberikan oleh setiap elemen masyarakat, dalam tahap penyelenggaraannya-pun dapat berjalan dengan lancar terkendali.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “PENDIDIKAN UNTUK MASYARAKAT BERPOTENSI PKL”:

Leave a comment