Melenyapkan Konspirasi Hitam Peredaran Narkoba

Haryanto*))
Peredaran narkoba dewasa ini tak hanya merebak pada kalangan elite perkotaan, tetapi juga pemuda, selebritis, bahkan para narapidana di rumah tahanan pun menjadi sasaran jaringan pengedar narkoba secara sistemik-terorganisir. Seakan-akan narkoba adalah bagian dari gaya hidup (life style) masyarakat Indonesia yang keberadaannya tak bisa ditawar lagi.
Diantara yang paling memprihatinkan adalah peredaran narkoba di dalam Rumah Tahanan (Rutan), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau penjara. Karena sebagai tempat yang seharusnya menjadi muara terakhir para kriminal menuju perbaikan diri, wilayah terisolir tersebut tidak selayaknya tersusupi oleh “virus pembawa maut”.
Kenyataan bahwa terdapat peredaran narkoba di penjara, sebenarnya bukanlah berita baru. Pada tahun 2004, publik pernah dikejutkan oleh kasus masuknya barang haram narkotika jenis sabu-sabu di LP Kebunwaru, Kota Bandung, di salah satu kamar tahanan narapidana.
Setahun berikutnya, seorang sipir Rutan Salemba, Jakarta Pusat, terpaksa harus dijebloskan ke dalam penjara karena terbukti menjadi kurir narkoba di dalam penjara. Tidak hanya itu, belum hilang dari ingatan kita pada saat aparat Polda Jateng bekerja sama dengan Polwil Banyumas dan Polres Cilacap, berhasil membongkar sindikat peredaran narkoba yang melibatkan jaringan internasional di Lapas Nusakambangan, Cilacap.
Baru-baru ini, Direktorat Narkoba Polda Jawa Timur berhasil membongkar jaringan narkoba yang ternyata dikendalikan dari tiga rumah tahanan (rutan) dan lapas, yakni Rutan Kelas 1 Surabaya Medaeng, Lapas Sidoarjo, dan Lapas Pamekasan.
Bahkan, Direktur IV Tindak Pidana Narkoba, Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Indradi Thanos, pernah mengatakan, lebih dari 75 persen peredaran narkoba di Jakarta dan sekitarnya, dikendalikan dari tiga penjara yaitu Lapas Cipinang dan Tangerang, serta Rutan Salemba.

Konspirasi Hitam
BNN memang bukan tidak tahu kendala yang dihadapinya, tetapi untuk mengeliminir persoalan peredaran narkoba, institusi paling bertanggung jawab mengamankan negeri ini dari bahaya narkoba memiliki keterbatasan. Terutama yang berkaitan dengan proses penegakan hukum dan “kolaborasi” aparat penegak hukum dengan pelaku narkoba.
Logikanya amat sederhana. Rutan, Lapas dan penjara adalah tempat yang sengaja terisolir dari “dunia luar”. Segala bentuk hubungan komunikasi yang melibatkan “dunia luar” terlebih dahulu harus meminta izin kepada aparat penegak hukum atau sipir penjara. Artinya, narkoba sebagai bagian dari “dunia luar{ yang masuk ke wilayah terisolir akan melibatkan penegak hukum atau sipir penjara. Inilah yang disebut dengan konspirasi hitam.
Untuk menekan praktik pengendalian peredaran narkoba dari wilayah terisolir, BNN telah berkoordinasi dengan Dirjen LP, untuk memindahkan sekitar 150 bandar narkoba, menyusul 100 bandar lainnya bulan ini ke Nusa Kambangan. Mereka ditempatkan di dua unit superblok. Masing-masing unit berkapasitas 500 orang. Namun, apakah ini dapat melenyapkan konspirasi hitam dalam praktek peredaran narkoba di dalam penjara?

Sistem Pengamanan
Pengadaan sistem pengamanan berbasis teknologi di dalam penjara adalah salah satu jawaban yang dapat dipertimbangkan. Sebab, keterkaitan aparat penegak hukum dalam peredaran narkoba pada dasarnya disebabkan oleh lemahnya tingkat pengamanan yang ada di dalam penjara itu sendiri.
Boleh dikatakan jika sistem pengamanan penjara di Indonesia masih menggunakan perangkat feodal, bahkan banyak diantaranya hanya meneruskan dan memanfaatkan bangunan peninggalan Belanda. Padahal, sindikat kriminalitas pada saat ini sudah semakin canggih dengan pola sistemik-terorganisir.
Dalam hal ini, penjara minimal mempunyai teknologi pengawasan pada setiap kamar tahanan dan pada ruang yang berpotensi menjadi tempat berkomunikasi para narapidana, seperti ruang makan dan olah raga. Kemudian teknologi untuk mengaburkan sinyal telepon seluler dan alat pendeteksi senjata tajam.
Jika di pasar modern saja telah memakai perangkat teknologi yang sedemikian rupa canggihnya, wilayah terisolir seharusnya mendapatkan perangkat teknologi yang lebih dari itu. Dalam hal ini, pemerintah harus berani mengeluarkan anggarannya dari kas negara.
Di luar itu semua, masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dari negeri ini, tidak sepantasnya menyerahkan proses pemberantasan narkoba hanya kepada aparat hukum. Masyarakat juga harus mulai sadar diri dan mengkampanyekan secara aktif bahwa narkoba adalah musuh bersama yang harus diperangi.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Melenyapkan Konspirasi Hitam Peredaran Narkoba”:

Leave a comment