Membangun Pembangkit Tenaga Listrik yang Baru

Haryanto*))
Krisis listrik yang melanda klaster Jawa-Bali telah membuahkan SKB lima menteri tentang pengoptimalan beban listrik melalui pengalihan waktu kerja pada sektor industri menjadi hari sabtu-minggu. Tujuannya, sebagaimana yang tertera dalam pasal 1 ayat 1 dan 2, adalah untuk menjaga keseimbangan pasokan listrik PT. PLN dengan kebutuhan listrik sektor industri, dan menghindari pemadaman listrik.
Kebijakan tersebut apabila ditinjau dari aspek pemerataan distribusi listrik memang cukup memuaskan. Karena pada hari sabtu dan minggu daya listrik tak terpakai (idle capasity) bisa mencapai 1.000 MW hingga 1.500 MW. Sedangkan pada hari senin sampai jum’at PT. PLN selalu mengalami defisit daya listrik.
Namun, apa bila ditelaah lebih jauh, SKB lima menteri sebenarnya telah menimbulkan masalah baru di kalangan buruh. Tenaga buruh akan dikuras untuk melakukan proses produksi hanya pada hari sabtu dan minggu. Karena penggunaan energi listrik di tempat mereka bekerja hanya diperbolehkan pada kedua hari itu saja. Artinya, di balik kebijakan SKB lima menteri telah tersirat sebuah kebijakan yang mengeksploitasi tenaga buruh, yang berarti menabrak prinsip hak asasi manusia.
Di samping itu, kemunculan SKB lima menteri merupakan kebijakan yang menjadikan sektor industri sebagai “kambing hitam” atas krisis listrik yang sedang terjadi. Padahal, sejatinya adalah pemerintah tidak mampu mengadakan pembangkit tenaga listrik baru untuk memenuhi tingginya kebutuhan listrik para konsumen di klaster Jawa-Bali.
Kondisi real membuktikann bahwa konsumen listrik akan selalu mengalami peningkatan karena pemakaian alat-alat yang bersifat elektronis juga terus melonjak, seperti televisi, komputer, dan AC. Artinya, ketika PT. PLN tidak segera membangun pembangkit tenaga listrik yang baru, krisis listrik yang terjadi di Jawa-Bali tidak akan pernah tertanggulangi; dan akhirnya, SKB lima menteri hanya akan menjadi kebijakan yang tak terpakai.
Di samping keharusan PT. PLN, masyarakat juga selayaknya mengiringi dengan berusaha membangun pembangkit tenaga listrik terbatas secara swadaya. Karena dengan adanya pembangkit tenaga listrik terbatas, selain akan mengurangi beban listrik PT. PLN, masyarakat juga akan diuntungkan dengan terbebas dari beban pembayaran biaya listrik pada tiap bulannya.
Lebih penting itu, masyarakat juga sudah saatnya sadar diri bahwa listrik bukanlah barang yang bisa terus-menerus mengada. Maka dari itu, masyarakat harus mempergunakan listrik secara proporsional yang disesuaikan dengan kebutuhan pokok. Dengan demikian, lampu-lampu tidak selayaknya menyala di siang hari, AC hanya dipasang di ruang-ruang penting, dan televisi tidak seharusnya menyala sepanjang hari.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Membangun Pembangkit Tenaga Listrik yang Baru”:

Leave a comment