Pemerintah (Jangan) Kambing-Hitamkan Orangtua

Haryanto*))
Peran orangtua dalam dunia pendidikan sebenarnya lebih tepat jika diposisikan sebagai pendidik alternatif bagi anak yang berada dalam lingkungan keluarga (rumah). Sedangkan pada lembaga pendidikan formal di sekolah-sekolah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang telah termaktub dalam preambule Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Konsekuensi logis dari pernyataan di atas adalah ketika orangtua harus mendapatkan sangsi mengenai anak yang tidak sekolah maka akan mengaburkan batas-batas kesepakatan sosial-politik yang telah terbangun dalam tatanan masyarakat. Yang lebih mengerikan, pemerintah akan mendapatkan kambing hitam baru untuk mengelak dari amanah merealisasikan subsidi pendidikan yang telah disepakati, sebesar dua puluh persen.
Marilah kita melihat realitas bahwa biaya pendidikan di Indonesia masih tergolong mahal, belum lagi problematika kualitas yang diberikan kepada peserta didik tidak kunjung memuaskan. Hal ini terbukti bahwa menurut laporan United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia masih menduduki peringkat 110 untuk kualitas sumber daya manusia dari tahun ke tahun (Solopos, 1/5). Artinya, jika kondisi lembaga pendidikan sedemikian parahnya yang ternyata belum representatif untuk pendidikan kaum miskin, patutkah pemerintah menyalahkan orangtua karena (terpaksa) tidak menyekolahkan anaknya?
Pemerintah seharusnya sadar diri jika sebagian besar biaya pendidikan pada saat ini masih dibebankan kepada orang tua siswa karena alokasi dana pendidikan yang dua puluh persen belum sepenuhnya terrealisasikan. Pemerintah juga harus rasional dalam menetapkan kebijakannya, jangan karena belum bisa memenuhi tanggungjawab untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat secara gratis, lantas menyalahkan orang tua yang pada prinsipnya telah menjalankan perannya untuk memberikan pendidikan alternatif dalam keluarga.
Harus dipahami pula bahwa pertimbangan orangtua dalam menyekolahkan anaknya bukan semata-mata diprioritaskan untuk menuntut ilmu, atau demi mendapatkan citra sosial dalam masyarakat. Tetapi yang lebih penting, sejauh mana kemampuan yang didapatkan sang anak dalam bangku pendidikan bisa mengangkat tingkat kesejahteraan keluarga menjadi lebih layak sehingga dapat terlepas dari jerat-jerat kemandekan ekonomi.
Jika pemerintah belum mampu menjawab tantangan ini, yaitu dengan memberikan lapangan pekerjaan yang cukup bagi kaum terdidik, maka jangan terlalu cepat memberikan vonis bersalah kepada para orangtua yang tidak menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan formal.

Kesejahteraan (Ekonomi) Sebagai Kunci
Gagasan untuk memberikan sangsi kepada orangtua yang dengan sengaja tidak menyekolahkan anaknya pada dasarnya akan cukup relevan jika saja tingkat perekonomian masyarakat terlebih dahulu telah mencapai taraf sejahtera sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan pemberian sangsi tidak sekedar sangsi moral sebagaimana yang selama ini diwacanakan publik, tetapi sangsi pidana pun dapat diterapkan karena orangtua yang demikian telah dengan sengaja memenjarakan anak dalam kungkungan kebodohan yang dapat mengantarkan generasi masa depan bangsa menuju kehancuran.
Ketika kesejahteraan keluarga terlebih dahulu terpenuhi, maka anak-anak yang belajar di sekolah-sekolah pun akan lebih tenang dalam menyerap ilmu yang diberikan. Karena mereka tidak lagi terbebani mengenai bagaimana harus membayar uang sekolah, membeli buku, dan perkakas-perkakas pendidikan lainnya yang harus dibeli dengan uang.
*)) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Pemerintah (Jangan) Kambing-Hitamkan Orangtua”:

Leave a comment