Candi Borobudur; Warisan Sejarah Yang Ditinggalkan

Haryanto*
Candi Borobudur merupakan salah satu warisan budaya yang di bangun oleh raja-raja dinasti Syailendra pada tiga belas abad silam sebagai bentuk penghormatan kepada Sidharta Gautama yang telah menyebarkan ajaran Buddha. Sebagai candi Buddha, relief-relief yang menghampar di permukaan dinding borobudur meng-gambarkan tentang perjalanan hidup Sidharta dalam menggapai pencerahan, beserta ajaran-ajarannya. Begitu pula dengan pahatan arca-arca yang tertata di setiap undakan menandakan tentang betapa agungnya Sang Buddha.
Candi Borobudur memang kaya akan makna religius. Tetapi di balik itu, nilai-nilai estetik dan nilai-nilai sejarah yang terkandung pada setiap sendi arsitekturnya juga tidak kalah menarik. Sehingga tidak salah jika Candi Borobudur juga dikatakan sebagai simbol peradaban, yang kemudian menyebabkannya menjadi salah satu bagian dari keajaiban dunia.
Namun organisasi The New Seven Wonders yang diprakarsai oleh pengusaha Swiss Bernard Weber mengabaikan semua itu. Organisasi ini menggelar polling independen untuk menentukan tujuh keajaiban dunia baru, yang katanya melibatkan seratus juta orang di seluruh dunia sebagai respondennya.
Dari hasil polling tersebut ditetapkan tujuh keajaiban dunia baru, yaitu Tembok Besar (China), Petra (Yordania), Patung Kristus Sang Penebus (Brasil), Machu Picchu (Peru), Reruntuhan Maya di Chichen Itza (Meksiko), Koloseum (Roma), dan Taj Mahal (India). Tentu saja, Candi Borobudur tidak termasuk di dalamnya.
Penetapan yang sewenang-wenang dan penuh kontroversi ini jelas menuai banyak kritik. Bukan hanya dari negara-negara yang merasa dirugikan, seperti Indonesia dan Mesir, bahkan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) sebagai salah satu badan dunia yang bergerak dalam bidang pelestarian bangunan dan situs warisan dunia tidak bersepakat dengan hasil polling tersebut.
UNESCO menganggap karakteristik dan tujuan penetapan keajaiban dunia baru yang dilakukan The New Seven Wonders tidak memenuhi standar untuk cagar budaya (www.detik.com). Maka dari itu, tidak mungkin untuk dijadikan rujukan legal tentang apa yang menjadi bagian dari tujuh keajaiban dunia. Dengan kata lain, penetapan tujuh keajaiban dunia baru tidak sah diberlakukan.
Sikap Kita
Biar bagaimana pun, ketetapan The New Seven Wonders merupakan tamparan keras untuk bangsa Indonesia. Apalagi di tengah tekanan-tekanan politik, ekonomi, budaya, dan keamanan yang diberikan oleh dunia internasional kiranya dapat berdampak kepada frustasi nilai-nilai kebangsaan,
Seharusnya kejadian ini menyadarkan masyarakat Indonesia—khususnya pemerintah, untuk menggapai sebuah kesadaran positif baru untuk selalu mempelajari, menjaga, dan melestarikan warisan-warisan budaya. Karena jika ingin jujur, kesadaran masyarakat kita untuk “mengabadikan” warisan budaya masih sangat minim, bahkan terkesan mengabaikan dan meninggalkan.
Candi Borobudur adalah salah satu peninggalan istimewa nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah seharusnya mendapatkan perhatian penuh. Bukan hanya kisruh ketika keberadaannya sebagai keajaiban dunia diusik. Kedewasaan bangsa kita benar-benar diuji pada saat ini.
Sebagai wujud “pengabadian” Candi Borobudur, paling tidak ada dua hal yang dapat dilakukan. Pertama, menjaga Candi Borobudur dari pengaruh buruk alam dan tangan-tangan tidak bertanggungjawab yang dapat merusak keutuhan bangunan. Proses penjagaaan ini harus dilakukan secara kontinu dengan tenaga profesional yang memahami bagaimana cara merewat keutuhan bangunan.
Jika kita menyaksikan Borobudur pada saat ini sebenarnya telah banyak arca-arca yang tidak sempurna bentuknya, relief-relief yang mulai terkikis, dan pondasi bangunan yang semakin rapuh. Faktor alam adalah salah satu penyebab yang berperan dalam pembentukan ini, seperti sambaran petir, rembesan air yang melapukkan, dan pengaruh cuaca.
Namun bukan berarti alam harus disalahkan sepenuhnya, karena kerusakan-kerusakan akibat gejala alam adalah berawal dari ketidakmampuan manusia untuk mengantisipasi. Gejala alam memang tidak mungkin dicegah, tetapi efek buruknya terhadap keutuhan bangunan Candi Borobudur dapat diminimalisir dengan melakukan perawatan secara kontinu yang didukung melalui penggunaan teknologi modern.
Kemudian, faktor selanjutnya yang menyebabkan kerusakan Borobudur adalah berasal dari tangan-tangan jahil yang tidak bertanggungjawab. Pencurian-pencurian dan perusakan yang dilakukan oleh para wisatawan harus segera diantisipasi, fakta ini tidak bisa kita pungkiri. Maka dari itu, peningkatan pengamanan adalah konsekuensi untuk pencegahan.
Kedua, memaksimalkan peran Borobudur sebagai objek wisata internasional. Sebagai bagian dari peninggalan peradaban dunia yang fenomenal, Candi Borobudur tidak hanya dinikmati oleh turis-turis domestik. Menurut survey dari Asosiasi Perjalanan Pariwisata Asia (PATA), jumlah wisatawan yang mengunjungi Candi Borobudur mengalami penurunan. Pada tahun 2005 wisatawan mencapai 1.992.726 orang; 2006 mencapai 1.243.058 orang, dan pada akhir Mei 2007 masih mencapai 238.816 wisatawan.
Maka dari itu, pemerintah sudah selayaknya memaksimalkan peran untuk mempublikasikan mengenai daya tarik Borobudur sampai ke manca negara. Sehingga menarik minat turis-turis asing untuk mengunjungi Candi Borobudur. Keindahan, kemegahan, dan keagungan yang menempel pada Candi Borobudur adalah sebagian yang dapat ditawarkan pemerintah kepada masyarakat dunia.
Selain itu, pemerintah juga harus sebaik mungkin berusaha meyakinkan masyarakat dunia bahwa Indonesia adalah wilayah aman dan nyaman untuk dijadikan tempat berwisata. Karena hingga saat ini, citra Indonesia di mata dunia internasional masih tidak bisa delepaskan dari kandang terorisme, kurangnya keamanan dalam bertransportasi, dan gejala-gejala disintegrasi yang menimbulkan kekacauan.
Jika bangsa kita sudah bekerja keras untuk “mengabadikan” Candi Borobudur, sebenarnya klaim tentang keajaiban dunia bukanlah sesuatu yang penting lagi. Karena memang bukan klaim itu yang kita inginkan, tetapi bagaimana agar salah satu warisan sejarah kebudayaan manusia dapat terus berada di tengah-tengah kita saat ini dan masa yang akan datang.
*) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Candi Borobudur; Warisan Sejarah Yang Ditinggalkan”:

Leave a comment