Mendaulat kembali citra bangsa

Oleh: Agung Suseno Seto*
Konflik kedaulatan kembali menjangkiti dua negara serumpun dan saling bertetangga, Malaysia dan Indonesia. Bagi warga bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tindak tanduk Malaysia yang mencerminkan arogansi terhadap Indonesia tentu berat untuk diterima. Bahkan nyawa pun siap dipertaruhkan.
Pengalaman menunjukkan, daftar panjang relasi keduanya memenuhi catatan-catatan bilateral. Lawatan ilegal armada perang Malaysia disekitar pulau Ambalat adalah contoh mutakhir. Pola laku Malaysia itu nyaris memantik emosional kebangsaan Indonesia. Selain teritorial, masalah kreatifitas budaya, TKI, dan lain-lain juga menjadi sumbu ketegangan.
Berdekatan dengan ajang Pemilu Presiden 2009, cermin sikap patriot, simpati, dan bernada gugatan muncul dari para kandidat Capres-Cawapres. Lalu mencuatlah slogan, “NKRI sudah final, tidak untuk perongrongan kedaulatan walau sejengkal!”.
Jika boleh penulis reka, arogansi bertubi-tubi Malaysia berakar dari citra bopeng Indonesia dihadapan dunia, tak terkecuali dimata Malaysia. Secara teritorial dan geografis, Indonesia memang kaya dan mempesona, namun dari sisi mental, pengetahuan, ketahanan-keamanan, dan peradabannya bak menderita cacat bawaan.
Cacat bawaan itu seperti hutang yang kian menggelembung, korupsi mewabah, kemiskinan menjamur, pengangguran membengkak, kebodohan, fenomena gizi buruk, pesawat tempur yang kerap jatuh dan terbakar, dan lain-lain. Intinya bangsa ini tak juga keluar dari krisis multidimensi berkepanjangan. Image yang terbangun, Indonesia mengidap pendemi citra bopeng.
Ditengah terpuruknya citra bangsa, jarang ditemui negarawan negeri ini yang konsisten dan iklas mendongkraknya. Kerja-kerja politik, status, dan jabatan tersubordinasi oleh syahwat pembangunan citra bagi diri, keluarga dan kelompoknya.
Apalagi menjelang Pilpres 2009 Juli mendatang, para kandidat dan pihak-pihak yang berkepentingan disibukan untuk membangun citra positif dimata publik. Parahnya lagi, elit-elit pejabat dan politisi membonceng citra bopeng bangsa dimata Malaysia.
Kasus Ambalat, penganiayaan dan penyiksaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) oleh salah satu majikan warga Malaysia maupun Monaharo sang artis yang disiksa suaminya seorang raja di Malaysia menjadi komoditas politik untuk kepentingan citra menjelang Pilpres 2009. Misalnya, Capres-Cawapres Jusuf Kalla-Wiranto tampak memanfaatkan dukungan politik Manohara untuk menarik simpati massa. Tak cuma JK-Wiranto, yang lain pun terkesan memanfaatkan citra bopeng Indonesia.
Guna melerai relasi Indonesia dan Malaysia, proyeksi jangka panjang harus lebih dikedepankan disamping jangka pendek yakni diplomasi. Jangka panjangya adalah membuang-jauh-jauh segala bentuk cacat bangsa agar Indonesia tidak lagi dipandang tuna martabat.
Harapan salah satunya patut disandarkan kepada para kandidat Capres-Cawapres agar kelak tidak ingkar terhadap janji-janji politiknya. Kedaulatan sejati hanya dapat direngkuh jika bangsa ini mampu mendaulat citra bangsa dengan meningkatkan taraf hidup warga bangsanya sendiri tanpa harus mengemis dan menjadi bulan-bulanan arogansi negara lain.
*) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Mendaulat kembali citra bangsa”:

Leave a comment