Menuju Revolusi Ilmu Pengetahuan Berbasis Agama

Haryanto*
Judul : Pudarnya Pesona Ilmu Agama
Penulis : Dr. Mukhyar Fanani
Penerbit : Pustaka Pelajar dan Manara
Edisi : I, Oktober 2007
Tebal : xxxvi + 190
Naiknya peradaban Islam menjadi master peradaban pada abad IX M tidak bisa dilepaskan dari prestasi ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh umat Islam pada waktu itu. Sebaliknya, melemahnya peradaban Islam sejak abad XIII M juga disebabkan melamahnya dinamika ilmiah dan semangat keilmuan.
Hingga saat ini, Ilmu Pengetahuan yang terlahir dari rahim agama Islam (IPA) semakin tak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan yang semakin kompleks, seperti kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Realitasnya, IPA justru cenderung mengekor kepada ragam Ilmu Pengetahuan Modern (IPM) yang sebenarnya memiliki akar yang jauh bertolak belakang dari tradisi besar agama (kitab suci).
Padahal, jika meneropong sejarah, Islam adalah agama yang paling kaya dalam menyumbangkan beragam paradigma keilmuan kepada umat manusia, seperti kedokteran, matematika, kimia, hingga metafisika dan ilmu jiwa. Bahkan, kemajuan IPM juga diawali dari proses penyaduran beragam kampium IPA, seperti karya Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina. Lantas, apa yang melatari pudarnya pesona ilmu agama di era kontemporer?
Ulasan mengenai hal ini memang telah banyak dipaparkan oleh banyak pemikir, namun, apa yang disampaikan oleh Dr. Mukhyar Fanani dalam buku Pudarnya Pesona Ilmu Agama, tergolong unik dan patut diapresiasi oleh para pengembang ilmu agama. Menurutnya, sejarah politik kekuasaan Islam di masa silam yang biasanya dianggap sebagai perantara kemajuan IPA justru merupakan penyebab utama yang melatari keruntuhan IPA di masa kini (hlm. 3).
Pasalnya, ilmu pengetahuan yang berkembang di masa itu, bukan lagi berangkat dari logika keilmuan murni (ilmiah-rasional), tetapi telah terdistorsi oleh kepentingan penguasa (tirani ilmiah). Oleh karena itu, peran ilmu pengetahuan cenderung sebagai alat legitimasi penguasa ketimbang memecahkan persoalan umat. Bukti sejarahnya dapat diperhatikan dalam bentuk pencekalan, penangkapan dan pembunuhan terhadap ilmuwan-ilmuwan yang tidak segaris dengan para penguasa, seperti dalam kasus mihnah dan pembunuhan al-Hallaj pada masa kekuasaan Sultan al-Makmun (hlm. 4).
arena persoalan inilah, IPA sebenarnya tidak pernah mencapai taraf keilmuan yang matang. Karena dialog antar paradigma dalam IPA hampir-hampir tak pernah dilakukan, kalaupun terjadi, hanya ada pada ruang-ruang yang dipengaruhi politik kekuasaan. Naasnya, banyak ilmuwan Muslim justru terjebak untuk membawa IPA klasik agar dapat diimplementasikan di era sekarang. Hasilnya, tentu saja tidak pernah memecahkan persoalan umat.
Revolusi Paradigma IPA
Revolusi paradigma IPA adalah jawaban yang digelontorkan oleh Dr. Mukhyar Fanani dalam menjawab krisis IPA. Artinya, ilmuwan Muslim harus berani meninggalkan paradigma keilmuan klasik yang telah terbukti tidak berada dalam standar keilmuan murni dan tidak mampu memecahkan persoalan manusia saat ini (hlm. 140).
Dengan demikian, membangun konsensus antar ilmuwan Muslim guna menetapkan paradigma keilmuan yang ilmiah-rasional adalah mutlak dilakukan. Konsensus tanpa perantara dan campur tangan penguasa atau pemerintah. Konsensus yang dilakukan dengan motif untuk mengembangkan IPA dan menentukan paradigma yang paling tepat untuk menyelesaikan persoalan manusia. Yang pasti, IPA klasik sudah saatnya masuk ke dalam keranjang sampah dan berganti dengan IPA baru sebagai hasil konsensus antar ilmuwan Muslim.
Namun, untuk menuju kesana terdapat prasarat yang mesti dipenuhi terlebih dahulu, yaitu: membangun iklim akademis yang berbasis civil society, memperkuat lembaga pendidikan yang bebas, revitalisasi motif perbaikan nasib umat dan meminimalisasi motif ideologis, melakukan continuing research, serta sosialisasi karya-karya ilmiah secara massif (hlm. 144).
Proses penegakan prasarat inilah yang disebut oleh Dr. Mukhyar Fanani sebagai pewujuduan demokrasi ilmiah dalam pengembangan IPA. Sehingga IPA tidak terkungkung dalam paradigma keilmuan feodal yang hanya mengedepankan tradisi besar agama sebagai porosnya.
Membaca buku ini akan menyadarkan kita pada dua hal: Pertama, bahwa lahirnya suatu pemikiran apapun akan menemukan masa kemajuan dan kemundurannya, tak terkecuali IPA. Kedua, bahwa lahirnya suatu diskursus keilmuan amat dipengaruhi oleh tali temali relasi kuasa dan pengetahuan, serta dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa. Dengan kata lain, sebuah diskursus keilmuan akan lahir dan besar jika dipelihara oleh ideologi dominan yang dianut oleh penguasa.
Lebih dari itu, buku ini juga mengingatkan kita akan pernyataan Michel Foucault “Setiap kekuasaan pada dasarnya berusaha untuk membentuk penge-tahuannya sendiri serta menciptakan rezim kebenaran sendiri.” Itulah yang terjadi dan disuguhkan secara tajam dalam buku “Pudarnya Pesona Ilmu Agama” karya Dr. Mukhyar Fanani.
*) Aktivis IMM Sukoharjo




0 Responses to “Menuju Revolusi Ilmu Pengetahuan Berbasis Agama”:

Leave a comment