Matinya Kebenaran Tanda Yang Diproduksi Media Massa

Haryanto*
Judul : Tanda Pembunuh Kapitalisme Global di Balik Semiotika Media
Penulis : Fitrah Hamdani
Penerbit : JO Press
Edisi : I, Januari 2008
Tebal : xx + 142 halaman
Penulis muda seringkali mengalami kesulitan untuk mempublikasikan karya tulis perdananya kepada perusahaan penerbitan buku. Karena ketokohan dan gagasan-gagasannya dianggap tidak layak (tidak laku) dijual ke pasaran. Akibatnya, tak sedikit karya-karya mereka yang kemudian masuk ke “tong sampah” tanpa pernah dibaca oleh orang lain secara masal.
Beberapa mahasiswa pada sebuah Perguruan Tinggi di kota Solo dengan kritis membaca fenomena di atas—khususnya di kota Solo sendiri—sebagai bentuk diskriminasi atas kebebasan berkreasi Penulis Muda dan Baru (PMB). Walhasil, mereka nekad mendirikan perusahaan penerbitan buku sendiri yang berfungsi untuk menampung gagasan-gagasan para PMB, meskipun terbentur dengan modal yang tak memadai.
Buku yang berjudul Tanda Pembunuh Kapitalisme Global di Balik Semiotika Media ini adalah produk perdana penerbitan mereka, sekaligus karya perdana bagi Fitrah Hamdani yang pada saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa Twinning Program Hukum-Syari’ah, UMS.
Penipuan Tanda
Secara umum, gagasan yang digelontorkan pada buku bersampul imut-imut ini, mencoba untuk membongkar peranan media massa dalam membesarkan kapitalisme global yang menciptakan masyarakat konsumeris. Bukan semata-mata melihat bahwa media massa adalah bagian dari kaum pengeruk keuntungan, tetapi “penipuan tanda” secara sistematis juga berlangsung dalam setiap tayangan-tayangan yang ditampilkannya. Akibatnya, pembaca yang mengonsumsi tayangan-tayangan dari media massa juga secara otomatis mengalami ketertipuan makna (hal. 5).
Dalam kajian semiotika struktural, struktur tanda (structure of sign) diklasifikasikan menjadi penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual, seperti suara, tulisan, gambar, dan benda. Sedangkan petanda adalah konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda (sign). Dan, penanda yang benar seharusnya merujuk (reference) kepada kebenaran realitas dan kebutuhan sosial, di luar itu, berarti tanda adalah sebuah kebohongan dan palsu yang bersifat artifisial.
Konsep tersebut kemudian dijadikan alat oleh penulis untuk menganalisis relasi media massa dengan kapitalisme global. Media massa sejatinya telah memproduksi tanda secara masal dengan tidak merujuk kepada kebutuhan masyarakat. Media massa mencitrakan (mengiklankan) aneka produk dalam setiap harinya tanpa pernah benar-benar memperhitungkan apakah masyarakat membutuhkan setiap produk tersebut?
Akibatnya, masyarakat menjadi terasing dari identitas kebudayaannya sendiri, mengonsumsi sesuatu berdasarkan citraan merk dan label, dan memuncul-kan gaya hidup (life style) yang berbeda dari kebiasaannya. Dengan kata lain, media massa telah menjadi “budak-budak” pengepul modal tanpa memperhatikan efeknya terhadap perubahan kehidupan sosial-budaya masyarakat.
Bahkan, dalam konteks Indonesia saat ini, hubungan produksi antara media dengan negara menyeret demokrasi ke arah fashion. Demokrasi yang muncul begitu ngepop. Disana, kita melihat sebuah setting panggung yang dihuni oleh sejumlah bintang politik yang menghibur. Dengan kata lain, demokrasi sebagai sistem nilai dan politik telah berubah menjadi komoditas yang secara terus menerus dijajakan kepada publik (hal. 2).
Tak seperti penulis-penulis yang tak bertanggungjawab, Fitrah hamdani setelah mengoyak peran media yang tak memanusiakan manusia, beliau menawarkan solusi, yaitu dengan menerapkan proses perlawanan simbol (hal. 133). Maksudnya, kita memerlukan media-media alternatif yang dapat mendistribusikan simbol-simbol anti kapitalisme, atau simbol-simbol yang dapat mengangkat kebutuhan hakiki masyarakat.
Kapasitasnya sebagai seorang mahasiswa, Fitrah Hamdani tergolong berani, mengkaji sebuah persoalan berat yang sebenarnya tabu untuk dibicarakan setelah reformasi 98 berkecamuk. Disaat banyak orang menggadang-gadang media massa untuk mewujudkan kebebasan pers, dia justru menghantamnya dengan kritis.
Buku ini cukup tepat dikonsumsi oleh para akademisi dan aktivis yang concern mengadakan kajian terhadap perkembangan kapitalisme model baru. Kemudian bagi para pegiat pers, buku ini dapat menjadi tamparan keras agar segera melakukan introspeksi dan membenahi setiap kekuarangan-kekurangan yang ada pada medianya.
Di luar itu semua, kita patut berharap agar penerbitan alternatif yang dimotori oleh para mahasiswa ini dapat memicu terbentuknya penerbitan-penerbitan baru yang dapat memfasilitasi gagasan-gagasan PMB di kota Solo. Sehingga para penulis muda dan baru tak lagi mengalami kesulitan dalam mempublikasikan karya tulisnya agar dapat dibaca oleh masyarakat secara masal. Maka bagi kalian para PMB, berlomba-lombalah untuk menulis, karena hanya dengan tulisan perjuangan melawan ketidakadilan akan benar-benar mengabadi sepanjang masa.
*) Aktivis IMM Sukoharjo

0 Responses to “Matinya Kebenaran Tanda Yang Diproduksi Media Massa”:

Leave a comment