Mengawal Politik Kebijakan Sukoharjo

Qahar Muzakir*))
Tidak dapat dipungkiri mengenai maraknya aksi massa mengusung tuntutan kepada pemerintah Indonesia mengenai pendidikan dan kesehatan gratis. Dari organisasi kepemudaan, ormas hingga LSM yang menyuarakan aspirasi mewakili suara akar rumput masyarakat. Saat pendidikan dan kesehatan gratis menjadi ‘mimpi mahal’ banyak daerah di Indonesia, maka patut kiranya memberikan apresiasi positif terhadap kebijakan pemerintah daerah Sukoharjo yang telah mengeluarkan kebijakan pendidikan dari SD hingga SMA/SMK dan kesehatan gratis. Bahkan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) juga gratis.
Kebijakan pendidikan gratis yang dikeluarkan mulai tanggal 2 Januari 2007 diharapkan mampu meningkatkan intelektual masyarakat dan memenuhi hak pendidikan serta mewujudkan program wajib belajar sembilan tahun. Kebijakan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan Sukoharjo sehat tahun 2010. Sebuah langkah baik dalam mengembangkan, memajukan dan membangun sumber daya manusia kabupaten Sukoharjo.
Terwujudnya Tujuan dan harapan pembangunan daerah dalam peningkatan sumber daya manusia dapat terlaksana secara optimal bila didukung dari berbagai sisi. Tidak hanya dari sisi kebijakan tapi juga peran-peran aktif dari seluruh elemen masyarakat. Karena terdapat beberapa catatan penting yang mengiringi kebijakan pemerintah daerah Sukoharjo tersebut. Kebijakan pemda Sukoharjo hadir dalam situasi kesadaran dan kemandirian rakyat belum terbangun dengan baik. Budaya kesadaran belajar dan pola hidup sehat belum tumbuh, dan kemandirian ekonomi serta kesadaran pajak belum kuat.
Bumerang Kebijakan Karitatif Pemda Sukoharjo
Bila di analisa lebih mendalam, kebijakan pemda Sukoharjo tergolong sangat berani. Mengingat besarnya konsekuensi anggaran daerah yang harus digunakan untuk mendukung keterlaksanaan kebijakan tersebut. Serta penurunan pendapatan asli daerah yang selama ini didapatkan dari lini tersebut. Dengan asumsi penerimaan kas daerah yang relatif stabil, tanpa peningkatan signifikan, anggaran untuk menunjang pendidikan dan kesehatan gratis akan diambilkan dari mata anggaran yang ada. Apalagi pendapatan asli daerah (PAD) saat ini menurun sebesar 2,17 miliar dari Rp 37,53 miliar menjadi Rp 35,36 miliar (Solopos, 13/9/2007). Dalam jangka panjang akan sangat mengkhawatirkan bila mata anggaran yang dikurangi ialah anggaran yang juga berada pada tataran pelayanan publik seperti sarana transportasi, peningkatan perekonomian, sarana ibadah, subsidi petani, perlindungan buruh dan lainnya.
Bila kesadaran hidup sehat masyarakat belum terbentuk atau mulai untuk dibentuk, maka Puskesmas yang digratiskan tidak akan dapat memberikan hasil jangka panjang. Masyarakat masih membuang sampah disungai, tempat sampah belum dipisahkan antara yang organik dan anorganik, sanitasi baik belum tertata, pengetahuan kebutuhan makan sehat dan kesadaran disiplin kesehatan masih kurang. Begitu pula dalam hal pendidikan yang kemudian menjadi ‘hal remeh’ bagi masyarakat. Dorongan orang tua pada anak untuk bersekolah menjadi menurun dan aktivitas siswa pada program ekstrakurikuler sekolah kian kurang diminati. Terlebih cara pandang masyarakat mengenai pendidikan yang berkualitas adalah yang mahal. Pada akhirnya masyarakat akan menempatkan pendidikan gratis sebagai pantes-pantes tanggungjawab pemerinta; dalam hal ini pemerintah daerah.
Kebijakan pemerintah dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kebijakan yang bersifat karitatif. Karena hanya bersifat memberikan layanan publik secara cuma-cuma. Terlebih melihat berbagai kemungkinan konsekuensi yang nantinya akan dihadapi, tidak menutup kemungkinan dapat menjadi bumerang selama 8-10 tahun ke depan. Dimana pemerintah daerah dan masyarakat Sukoharjo tidak merasakan perubahan positif yang signifikan, dan justru terjadi kemunduran yang lebih jauh. Meskipun untuk mengeluarkan kebijakan yang terjangkau (baca:murah) sesuai dengan tingkat kemandirian ekonomi dan kesadaran masyarakat akan sangat subjektif. Mengingat beragamnya kemampuan ekonomi dan kesadaran masyarakat, serta minimnya data yang selalu diperbaharui dari waktu ke waktu untuk bisa menjadi landasan kebijakan bagi pemerintah daerah.
Setidaknya masyarakat mesti menyadari bahwa peran-peran mereka dalam membayar pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah nantinya akan diputar kembali untuk diberikan pada masyarakat dalam bentuk layanan publik. Terbangun tatakelola (governance) kontrol sosial yang baik terhadap jalannya pemerintahan, program kebijakan, sektor potensi PAD, anggaran perbelanjaan daerah dan sebagainya. Dengan demikian tujuan dari kebijakan pendidikan, kesehatan dan pelayanan dasar gratis dapat diwujudkan dalam bentuk yang optimal dengan landasan yang kuat.
Dengan demikian, semakin kuatnya kemandirian ekonomi masyarakat dapat mendukung pendapatan asli daerah dalam mewujudkan kebijakan Pemda Sukoharjo yang saat ini pro-rakyat. Semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ‘mendesak’ akan ketersediaan sumber daya manusia yang nantinya dapat mendukung pembangunan daerah dari berbagai lini. Maka dalam konteks ini, Pemda Sukoharjo harus memiliki skenario panjang bagaimana sumber daya manusia yang nantinya tersedia juga didukung oleh terciptanya ruang-ruang aplikasi baik dalam bidang ekonomi industri, pertanian, peternakan, pendidikan, kesehatan hingga pengembangan teknologi.
Berperan Dalam Pembangunan Daerah
Bentuk apresiasi positif terhadap keberanian kebijakan pemda Sukoharjo ialah elemen masyarakat berjejaring untuk menumbuhkan kesadaran dan kemandirian masyarakat. Peran organisasi masyarakat (ormas), LSM dan organisasi kepemudaan (OKP) sebagai inisiator kultural terhadap peningkatan kesadaran masyarakat menjadi penting artinya. Peningkatan kesadaran yang dilakukan pemerintah seringkali terhambat dengan pola strukturalis yang dibangun. Sementara elemen masyarakat merupakan bentuk komunitas berkesadaran yang berada di tengah masyarakat sendiri. Sehingga program-program dukungan elemen masyarakat terhadap kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis berada pada pembentukan masyarakat pembelajar dan pola hidup sehat.
Pemda pada dasarnya mengalokasikan dana untuk pengembangan masyarakat, sekolah, pelatihan dan operasional ormas dan OKP. Namun seringkali dana-dana tersebut digunakan untuk kegiatan yang bersifat proyek tanpa kesinambungan tujuan. Sehingga mata anggaran potensial untuk bisa mendukung peningkatan kemandirian dan kesadaran masyarakat habis untuk kegiatan yang bersifat momentum. Bila dana ini dapat digunakan dengan optimal maka terdapat program yang berjejaring secara horisontal di tengah-tengah masyarakat. Yang didukung kebijakan pemda secara vertikal dalam struktur sosial masyarakat.
Maka perlu untuk disusun sebuah nota kesepahaman bersama antara Pemda, ormas, OKP, LSM dan komunitas masyarakat dalam menyusun perencanaan tindakan strategis tatakelola (governance) Kab. Sukoharjo. Tindakan strategis disusun dalam rentang dan pola waktu tertentu yang saling terkait dalam mewujudkan sebuah tujuan besar. Serta memiliki luaran yang diorientasikan untuk dapat berkembang menjadi budaya di tengah-tengah masyarakat. Faktor penting dalam meningkatkan kemandirian dan kesadaran masyarakat ialah terletak pada arah perubahan mental. Yaitu bagaimana menciptakan nilai sosial baru yang membudaya dalam mendukung kesejahteraan masyarakat Sukoharjo.
*))Aktivis IMM Sukoharjo
Tinggal di http://qahar.wordpress.com
March 28, 2008

0 Responses to “Mengawal Politik Kebijakan Sukoharjo”:

Leave a comment